SuaraKalbar.id - Ancaman penggal kepala kepada penghina Nabi Muhammad digaungkan Habib Rizieq Shihab dalam potongan ceramahnya yang viral di media sosial. Habib Rizieq menyebut penghina nabi dan ulama wajib diproses oleh polisi.
Jika polisi tak turun tangan, Habib Rizieq menyebut kepala si penghina akan dipenggal.
Muncul pertanyaan mengenai hukuman bagi penghina nabi. Apakah benar seorang penghina nabi atau ulama harus dihukum dengan cara dibunuh?
Kisah Penghina Rasulullah Dibunuh
Baca Juga: Klarifikasi Acara Habib Rizieq, Polisi Panggil Bupati Bogor hingga Ketua RT
Mengutip dari artikel Islami.co, ada tiga riwayat yang menceritakan tentang seorang yang menghina nabi di era kepemimpinan Rasulullah.
Dalam riwayat pertama, dikisahkan seorang pembesar Bani Umayyah bernama Al Hakam bin Abi Al-Ash meniru gaya berjalan Nabi Muhammad Saw. Aksi tersebut diketahui oleh Rasulullah.
Rasulullah langsung mendoakan agar cara berjalannya yang mengejek dan merendahkan itu terus ia lakukan hingga mati. Akhirnya, ia menerima akibat dari doa Rasulullah.
Dalam berbagai riwayat, Al-Hakam bin Abi Al-Ash diusir dari Madinah ke Thaif karena perlakuan tak hormat kepada Rasulullah.
Dalam kisah lain yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Al-Jami As-Sahih dan beberapa kitab hadis lainnya, ada seorang budak wanita hamil yang sering mencaci maki Rasulullah.
Baca Juga: Bareskrim Polri Periksa Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 20 November
Seorang sahabat Rasulullah yang buta, yang merupakan suami budak itu, membunuh istrinya yang bekas budak.
Saat peristiwa pembunuhan itu dilaporkan ke Rasulullah, sang pembunuh tak dihukum qishash. Dalam hadis disebutkan darahnya hadar atau sia-sia dan pembunuhnya tidak dijatuhi hukuman qishash.
Masih dari sumber yang sama, dikisahkan seorang Yahudi wanita gemar menghina Rasulullah. Akhirnya ada seorang sahabat Rasulullah yang membunuhnya karena geram dengan tindakannya itu.
Beda Pendapat Ulama
Berdasarkan dua riwayat terakhir, sejumlah ulama sepakat menjatuhkan hukuman mati kepada seorang muslim yang menghina Nabi.
Ejekan dan hinaan kepada Nabi juga dianggap telah membuatnya murtad dari Islam sehingga harus dibunuh. Demikian seperti dijelaskan Ibnu Taymiyyah dalam as-Saif al-Maslul dan al-Qadhi Iyadh dalam as-Saif as-Sharim.
Sementara, ada pula perbedaan pendapat jika yang melakukan penghinaan dan penistaan terhadap Nabi berasal dari kalangan non-muslim.
Sebagian ulama berpandangan tidak harus dibuh, namun harus ditaklim agar tersentuh ajaran Islam. Sebagian ulama lainnya menilai pelaku harus dijatuhi hukuman mati.
Jangan Tergesa-gesa Ambil Kesimpulan
Sekilas narasi kisah ini mengesankan kekejian sanksi yang dijatuhkan Rasulullah kepada para penistanya. Dilihat dari kronologi waktu, semua sanksi terjadi ketika posisi Rasulullah sudah kuat, yakni menjadi kepala negara di Madinah.
Sementara, ketika Rasulullah masih dalam posisi lemah di Mekah, hinaan dan cercaan yang diterima Rasulullah tak pernah ditanggapi.
Pergeseran ini cukup tajam dari Nabi pembawa rahmat (nabiyyur rahmah) di Mekkah menjadi Nabi pembawa senjata (Nabiyyul aslihah) di Madinah.
Nabi memainkan strategi ganda bagi para penistanya, baik dari kalangan umatnya sendiri maupun di luar kalangan umatnya: pertama, membiarkan para penista Nabi dan kedua, menjatuhkan sanksi bunuh.
Lantas, muncul pertanyaan benarkah hukuman bagi penghina nabi dan ulama adalah dibunuh? Namun, mengapa ada penghina nabi yang hanya dihukum diusir ke luar kota?
Jika kita melihat sekilas dan tidak mau menelaah lebih dalam, apalagi cara memahami agama di masa para ulama ini lebih banyak didominasi oleh pendekatan kebahasaan dan banyak mengabaikan aspek historisitas, kita akan berkesimpulan bahwa pembunuh Nabi wajib dibunuh. Kesimpulan ini sebenarnya terlalu tergesa-gesa.
Penjelasan Lengkap Riwayat Penghina Nabi Dibunuh
Hadis-hadis yang menceritakan pembunuhan terhadap penghina Nabi hadir dalam berbagai literatur berbentuk percikan peristiwa tak utuh. Artinya, jika sanksi bunuh langsung diberikan kepada penistanya terlihat bahwa kesimpulan ini terlalu terburu-buru.
Satu-satunya cara untuk melihat secara lengkap peristiwa ini ialah dengan melihat semangat zaman di masa Nabi.
Zaman di masa Nabi dan beberapa abad setelahnya adalah zaman perang, zaman ketiadaan stabilitas politik.
Oleh karenanya, hukum apapun yang dihasilkan dimasa ini harus dipahami dalam kerangka ketidakstabilan politik, termasuk hukuman mati yang dijatuhkan kepada para penista Nabi.
Menghina Nabi akan menjerumuskan seorang muslim menjadi murtad. Hukum murtad di masa itu, menurut ar-Raysuni, ulama dari Maroko dalam al-Kulliyat al-Asasiyyah, harus mempertimbangkan dua hal: pertama, jika sekedar keluar dari Islam dan pindah ke agama lain, hukumnya tidak dibunuh; kedua, jika masuk Islam hanya menjadi mata-mata atau musuh dalam selimut, lalu keluar dari Islam dan melaporkan rahasia negara ke pihak musuh, orang yang bersangkutan wajib dibunuh.
Aspek yang terakhir ini dilakukan sebenarnya bukan karena pertimbangan agama tapi lebih karena pertimbangan politik di masa itu.
Fenomena keluar masuk Islam kala itu menjadi fenomena yang biasa terjadi. Namun yang menjadi persoalan cara mengidentifikasi politik di balik baju keimanan.
Suatu kelompok Yahudi yang berada di bawah kendali Ka’ab bin al-Asyraf memiliki banyak mata-mata yang disebar di kalangan umat Islam dengan pura-pura masuk Islam. Setelah mendapatkan informasi dan ketahuan berpura-pura, mereka keluar Islam.
Nabi kala itu memerintahkan untuk membunuhnya. Kebijakan ini wajar, karena jika dibiarkan maka negara Madinah secara politik akan mengalami kerugian besar.
Kembali ke persoalan diskursus bunuh bagi penista Nabi, harus dilihat aspek politiknya. Dalam memahami hadis-hadis itu, kita tidak cukup dengan melihat apa yang terkatakan namun juga harus mampu mengungkap yang tak terkatakan secara jelas.
Aspek yang terkatakan ialah ada orang yang menghina dan mencaci Nabi lalu dihukum bunuh. Sedangkan yang tak terkatakan ialah soal keberpihakan politik sang penista, pro negara Madinah dengan simbolnya Nabi Muhammad SAW atau pro-musuh dengan simbolnya Ka’ab bin al-Asyraf dan kawan-kawan.
Dalam kondisi perang, tentu sikap politik yang rasional ialah berhati-hati. Jadi dua wanita penghina Nabi bisa jadi adalah yang pro-musuh. Ini jelas berbahaya bagi negara.
Hal ini berbeda dengan al-Hakam bin Abi al-Ash. Nabi tidak membunuhnya namun hanya sekedar mengusirnya dari Madinah ke Thaif.
Artinya al-Hakam bin Abi al-Ash melakukan penistaan murni terhadap Nabi tanpa disertai embel-embel politik, yakni penghianatan terhadap negara Madinah. Karena itu hukumannya cukup dengan diusir dari Madinah ke Thaif.
Menariknya, di Thaif banyak sekali aliansidr5-aliansi Bani Umayyah, terutama dari Bani Tsaqif. Jadi, diusirnya al-Hakam ke Thaif bisa dikatakan hukuman yang amat ringan.
Berita Terkait
-
FPI Tegaskan Tidak Ada Agenda Politik dalam Pertemuan Habib Rizieq dengan Wamenaker Noel
-
Usai Bertemu Habib Rizieq Shihab, Wamenaker Noel Jadi Ragu dengan Narasi yang Menuding FPI Radikal
-
Wamenaker Noel Sowan ke Markas FPI, Habib Rizieq Minta Tekan Angka Pengangguran
-
Doa Takbiran Idulfitri dan Dzikir yang Dicontohkan Rasulullah, Arab dan Latin
-
Dicontohkan Nabi, Umat Islam Dianjurkan Makan sebelum Salat Id
Terpopuler
- Pemilik Chery J6 Keluhkan Kualitas Mobil Baru dari China
- Profil dan Aset Murdaya Poo, Pemilik Pondok Indah Mall dengan Kekayaan Triliunan
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Jairo Riedewald Belum Jelas, Pemain Keturunan Indonesia Ini Lebih Mudah Diproses Naturalisasi
Pilihan
-
Bodycharge Mematikan Jadi Senjata Rahasia Timnas U-17 di Tangan Nova Arianto
-
Kami Bisa Kalah Lebih Banyak: Bellingham Ungkap Dominasi Arsenal atas Real Madrid
-
Zulkifli Hasan Temui Jokowi di Solo, Akui Ada Pembicaraan Soal Ekonomi Nasional
-
Trump Singgung Toyota Terlalu Nyaman Jualan Mobil di Amerika
-
APBN Kian Tekor, Prabowo Tarik Utang Baru Rp 250 Triliun
Terkini
-
UMKM Aksesoris Fashion Tembus Internasional Berkat Dukungan BRI
-
Catat! Cum Date 10 April 2025, Siap-Siap Dapat Dividen Rp31,4 Triliun dari BBRI
-
Viral Dokter Residen asal Pontianak Perkosa Penunggu Pasien di Bandung
-
Waspada Beras Oplosan! Ini Cara Membedakan Beras SPHP Asli dan Palsu
-
Polresta Pontianak Bongkar Kasus Pengoplosan Beras SPHP, 6 Ton Disita dan Satu TersangkaDiamankan