Dalam pernyataannya pada Minggu (17/01), Greenpeace Indonesia menyebut selain tingginya curah hujan, faktor kepentingan lahan industri seperti pembukaan lahan kelapa sawit dan deforestasi akibat proses pertambangan menjadi penyebab utama terjadinya banjir di Kalimantan Selatan.
“Tingginya curah hujan masih dijunjung sebagai faktor. Padahal, laju krisis iklim yang terus diperparah oleh ketimpangan lingkungan hidup atas kepentingan lahan industri menjadi penyebab utama,” bunyi pernyataan Greenpeace tersebut.
Presiden Joko Widodo meninjau langsung lokasi banjir di Kalimantan Selatan Senin (18/01) siang, tepatnya di Desa Pekauman Ulu, Kab. Banjar.
Dalam kesempatan ini, Jokowi menginstruksikan jajarannya untuk segera memperbaiki insfrasturktur yang rusak dan menangani para pengungsi dengan baik.
Baca Juga: BMKG Himbau Warga Mamuju dan Majene Hindari 3 Daerah Ini
“Saya hanya ingin memastikan ke lapangan, yang pertama mengenai kerusakan infrastruktur yang memang terjadi ada beberapa jembatan yang runtuh…Yang kedua hal yang berkaitan dengan evakuasi, saya meihat di lapangan tertangani dengan baik, dan yang ketiga yang berkaitan dengan logistik untuk pengungsi itu yang penting karena hampir 20 ribu masyarakat berada di dalam pengungsian,” ujar Jokowi.
Gempa Bumi di Majene
Jumat (15/01) dini hari gempa berkekuatan 6,2 magnitudo mengguncang wilayah Majene, Sulawesi Barat.
Sedikitnya 84 orang meninggal dunia dan lebih dari 1.000 orang mengalami luka-luka dalam peristiwa ini.
Selain itu, lebih dari 30 ribu warga dilaporkan mengungsi. Berbagai infrastruktur vital rusak diguncang gempa, termasuk kantor Gubernur Sulawesi Barat, yang berlokasi di Mamuju.
Baca Juga: Viral Bocah Korban Banjir Makan Nasi Tanpa Lauk, Tangannya Jadi Sorotan
Jaringan komunikasi dan aliran listrik di wilayah terdampak gempa yakni di Kab. Majene dan Kab. Mamuju sempat terputus, namun kini telah berangsur normal.
Sebelumnya, dalam pernyataan tertulis yang diterima DW Indonesia, Koordinator Mitigasi Gempa Bumi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono menyebutkan, pada tahun 2021 ini Indonesia diprediksi “masih tetap aktif gempa.”
Jika dirata-rata, peristiwa kegempaan di Indonesia dalam setahun bisa terjadi sebanyak 6.000 kali.
“Wajar karena sumber gempa di Tanah Air sangat banyak, yaitu 13 segmen megathrust dan lebih dari 295 segmen sesar aktif,” ungkap Daryono.
Ia mengimbau agar masyarakat, khususnya di wilayah-wilayah yang rawan gempa agar selalu waspada terhadap bahaya gempa bumi.
“Sebagai upaya mitigasi, membangun rumah tahan gempa di daerah rawan gempa adalah solusi utama dalam mengurangi bahaya dan risiko bencana gempa bumi,” kata Koordinator Mitigasi Gempa Bumi BMKG itu.
Berita Terkait
-
BMKG Himbau Warga Mamuju dan Majene Hindari 3 Daerah Ini
-
Viral Bocah Korban Banjir Makan Nasi Tanpa Lauk, Tangannya Jadi Sorotan
-
3 Orang Tertimbun Longsor di Lokasi yang Akan Dikunjungi Jokowi
-
Dua Anak Korban Longsor di Sumedang Ditemukan, Operasi SAR Ditutup
-
Jarang-jarang! Tengku Zul Terima Kasih ke Jokowi karena Musibah
Tag
Terpopuler
- Istri Menteri UMKM Bukan Pejabat, Diduga Seenaknya Minta Fasilitas Negara untuk Tur Eropa
- 7 Rekomendasi Mobil Bekas MPV 1500cc: Usia 5 Tahun Ada yang Cuma Rp90 Jutaan
- 5 Rekomendasi Pompa Air Terbaik yang Tidak Berisik dan Hemat Listrik
- Diperiksa KPK atas Kasus Korupsi, Berapa Harga Umrah dan Haji di Travel Ustaz Khalid Basalamah?
- 5 AC Portable Mini untuk Kamar Harga Rp300 Ribuan: Lebih Simple, Dinginnya Nampol!
Pilihan
Terkini
-
Surat Perjalanan Istri Menteri UMKM Tuai Sorotan, Maman Abdurrahman Beri Penjelasan ke KPK
-
Pemutihan Pajak Kendaraan di Kalbar Dimulai: Bebas Denda, Diskon Hingga 50%!
-
BRI Komitmen untuk Perkuat Kontribusi terhadap SDGs dengan Berbagai Pencapaian
-
Tangguh Hadapi Persaingan, UMKM Kuliner Binaan BRI Ekspansi ke Pasar Internasional
-
Gandeng CIC Untan, Aston Pontianak Gelar 'Fun Chem 2025', Liburan Seru dan Edukatif untuk Anak-anak