Scroll untuk membaca artikel
Denada S Putri
Sabtu, 26 Februari 2022 | 19:21 WIB
Kasi Pendis Kemenag Landak, Hasib Arista. [SuaraKalbar.co.id]

Ia sangat memahami maksud Menteri Agama, dan tidak ada maksud untuk membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing. Hanya saja menganalogikan ketergangguan saja.

Ini mengaku hal itu hanya diksi. Sebab, dalam kaidah bahasa, sesuatu yang tidak sama, bukan sebuah perbandingan. Ia  bahkan memberikan contoh suara azan dengan gonggongan anjing itu sesuatu yang tidak bisa di bandingkan karena suaranya beda.

“Karena itu orang yang mengatakan Menag membandingkan  suara azan dengan Gonggongan anjing salah, karena jelas suara azan dan gonggongan anjing bukan perbandingan, tapi yang dibandingkan menag itu, sama rasa ketergangguannya,” lugasnya.

Lebih jauh menurutnya, pihak yang berkomentar dan mengkritik penyataan Menag ketika diwawancarai di sela-sela kunjungan kerjanya di Pekanbaru itu tidak memahami dari esensi pernyataan itu, dan tidak berpegang pada kaidah bahasa yang benar.

Baca Juga: Bandingkan Suara Azan dengan Gonggongan Anjing, Ulama NTB Minta Jokowi Tegur Menteri Agama

Padahal, Menag hanya ingin menjelaskan bahwa dalam hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Sehingga, perlu pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik. Termasuk, tentang pengaturan kebisingan pengeras suara dan apapun yang bisa membuat tidak nyaman.

Dalam penjelasan itu, Menag memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan yang lainnya, makanya beliau menyebut kata misal. Dan ini yang kurang dipahami oleh orang yang banyak berkomentar itu, yang di maksud Menag adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai  minoritas di kawasan tertentu, dimana masyarakatnya  banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi  dari tetangga yang memelihara anjing.

Menag, lanjutnya, tidak melarang masjid dan mushola menggunakan pengeras suara saat azan, karena itu merupakan bagian dari syiar Agama Islam. Edaran yang dikeluarkan Menag hanya mengatur antara lain terkait Volume  suara agar maksimal 100 db ( Desibel ). Selain itu, mengatur  tentang waktu penggunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan.

“Jadi yang diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, hanya 100 Db maksimal. diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum  dan setelah azan. Jadi tidak ada pelarangan,” tandasnya.

Baca Juga: Aksi Rombongan Wanita Berhijab Injak dan Acungkan Jari Tengah ke Foto Menag Yaqut Tuai Kecaman Warganet: Astagfirullah

Load More