Scroll untuk membaca artikel
Bella
Rabu, 23 Maret 2022 | 13:15 WIB
Ilustrasi Pajak (dok istimewa)

SuaraKalbar.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berencana menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen yang akan berlaku mulai 1 April 2022 demi menciptakan fondasi pajak negara yang kuat.

Menurut Sri Mulyani, kenaikan PPN sebesar 1 persen ini masih tergolong rendah mengingat rata-rata PPN di seluruh dunia adalah sebesar 15 persen, sedangkan Indonesia hanya naik dari 10 persen menjadi 11 persen dan akan 12 persen pada 2025.

Kebijakan pemerintah yang hendak menaikkan PPN di masa pemulihan ekonomi mendapat catatan sendiri dari Pengamat Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian.

Menurut pemaparan Dzulfian, akar masalah dari kenaikan PPN adalah cekaknya anggaran Pemerintah yang disebabkan oleh dua hal, yaitu pengeluaran membengkak karena program Pemulihan Ekonomi Nasional dan proyek Ibu Kota Negara (IKN).

Baca Juga: Pemerintah Naiikan PPN 1 Persen, Pengamat Sebut akan Menimbulkan Kenaikan Harga

"Di sisi lain, penerimaan negara anjlok lantaran pelemahan ekonomi dan juga pemotongan PPh Badan," ungkap Dzulfian.

Oleh sebab itu, menurut Dzulfian, pemerintah perlu mencari sumber pemasukan lainnya, salah satunya adalah dengan menaikkan PPN sebesar 1 persen.

Dzulfian melanjutkan, menurutnya kenaikan PPN akan berdampak terhadap dua hal, yaitu akan terjadi kenaikan harga secara umum yang akan meningkatkan inflasi.

Tak sampai di situ, menurut Dzulfian, kenaikan PPN akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat karena harga-harga naik, namun tidak diikuti dengan kenaikan pendapatan atau gaji.

"Masyarakat akhirnya akan dirugikan dibanding sebelumnya akibat kebijakan ini," pungkasnya.

Baca Juga: Event Internasional Tidak hanya Citra Negara, tapi Juga Ekonomi Masyarakat

Oleh karenanya, menurut Dzulfian, kenaikan PPN 1 persen sebaiknya ditunda, mengingat Indonesia dalam masa pemulihan ekonomi dari dampak pandemi COVID-19.

"Karena kita masih dalam fase pemulihan, semestinya kebijakan ini ditunda dulu karena akan memperlambat proses pemulihan ekonomi," ungkap Dzulfian di Jakarta, melansir Antara Rabu.

Load More