Scroll untuk membaca artikel
Bella
Selasa, 28 Juni 2022 | 19:26 WIB
Pedagang di Kalimantan Barat memperlihatkan minyak goreng curah dan kemasan yang dijual ke masyarakat. Pemerintah mulai Senin (27/06/2022) telah mensosialisasikan mengenai pembelian minyak goreng curah berharga menggunakan aplikasi PeduliLindungi atau NIK.[Suara.com/Diko Eno]

SuaraKalbar.id - Anggota DPR RI Deddy Yevri Sitorus berpendapat, pembelian minyak goreng curah menggunakan aplikasi PeduliLindungi dan nomor induk kependudukan (NIK) berpotensi menimbulkan kegaduhan dan merepotkan masyarakat.

Untuk itu, dirinya meminta Kemenko Maritim dan Investasi serta Kementerian Perdagangan mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut.

"Cara tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan dan merepotkan masyarakat serta berpotensi menyebabkan penyimpangan," ujar Deddy Yevri Sitorus dalam keterangannya di Jakarta Selasa.

Deddy mengungkapkan bahwa Kemendag harus menjelaskan dan menyosialisasikan terlebih dahulu siapa saja yang berhak membeli minyak goreng tersebut.

Menurut dia, jika tidak tersosialisasi dengan baik maka akan berpotensi menyebabkan kerumunan orang yang kecewa karena tidak boleh mendapatkan minyak goreng.

“Bayangkan orang datang ke tempat pembelian lalu ternyata aplikasi menunjukkan warna merah, pada saat yang sama banyak warga lain yang terlihat mampu, ternyata dapat. Hal ini berpotensi mengakibatkan kegaduhan," katanya.

Baca Juga: 5 Fakta Mahasiswa Ancam Jemput Paksa Puan Maharani dari Gedung DPR Jika Tak Buka RKUHP

Menurut dia, seharusnya masyarakat yang datang ke toko penjual minyak goreng yang telah diatur oleh pemerintah, yakni mereka yang memang berhak mendapatkannya.

Kemudian, kata Deddy, penggunaan KTP yang tidak mengacu pada kartu keluarga (KK) juga berpotensi menimbulkan gaduh karena volume yang ditetapkan cukup besar, 10 kg per KTP per hari.

Hal itu berpotensi terjadinya penimbunan, begitu juga dengan alokasi di setiap titik bisa habis dalam waktu singkat sehingga tidak banyak bisa mendapatkan. Menurutnya, hal itu bisa saja terjadi karena selisih harga dengan minyak goreng kemasan masih cukup tinggi.

Menurut Deddy, cara terbaik adalah dengan membuat rantai distribusi yang benar dan memastikan pasokan lancar, sesuai kebutuhan di setiap daerah dengan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET).

Apalagi, menurut dia, saat ini pasokan minyak goreng melimpah dan bahkan pabrik kelapa sawit sudah tidak mampu menampung produksi.

"Manajemen rantai distribusi yang benar dan tepat yang diperlukan saat ini," demikian Deddy. Antara

Baca Juga: Merujuk Belanda dan Thailand, Komisi III DPR Kaji Manfaat Ganja Bila Dilegalkan Untuk Medis

Load More