SuaraKalbar.id - Semenjak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) pada 23 Mei lalu, harga jual Tandan Buah Segar (TBS) di sejumlah daerah di Indonesia semakin terjun bebas.
Kondisi buruk ini jelas membuat petani TBS kian terpuruk. Di Kalimantan Barat (Kalbar), harga TBS saat ini jatuh di angka Rp 1050 per kilogram dijual ke tingkat pengepul.
Ironisnya, turunnya harga TBS ini pula tak sebanding dengan mahalnya harga pupuk yang kian melonjak naik.
Satu di antara petani sawit di Kabupaten Mempawah, Muhammad Abdullah mengaku situasi saat ini sangat mencekik bagi para petani yang bergerak dalam perkebunan kelapa sawit.
Ini membuat dia dan sejumlah petani sawit resah karena akan membuat sangat merugi.
"Kita selaku petani sempat terkejutlah cuma karena pertama itu pernyataan pemerintah turunnya harga pertama karena distop ekspor, nah jadi kita agak tenang karena dari awal ekspor ditutup itu pasti nanti akan dibuka kembali. Cuma kenyataannya sekarang setelah ekspor dibuka, rupanya harga bukan membaik malah makin anjlok gitu sampai hari ini saya terima Rp 1.050 per kilogram," katanya kepada jurnalis media ini, Jumat (1/7/2022).
Keadaan ini jelas membuat petani menjerit. Sebab dari sisi ekonomi, sudah sangat terasa berkurang. Apalagi, petani sangat menggantungkan hidupnya dari penghasilan kebun. Karena sehari-hari untuk menopang hidup dan biaya kebutuhan lain.
"Terkait harga anjlok itu ya otomatis kita selaku petani terkejut dan dibuat simalakama. Apalagi menyesuaikan dengan harga pupuk pun gak bisa. Untung gak dapat kalau sistemnya seperti ini," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan, buah sawit yang dibiarkan dalam kurun waktu lama tidak dapat dijual. Jika disimpan menunggu harga kembali normal, maka buah tersebut akan membusuk.
"Kalau rugi tetap rugi. Kalau sawit enggak dijual bisa busuk, barang ini enggak bisa disimpan tunggu harga naik. Makanya simalakama jadinya. Dijual rugi, enggak dijual pun rugi busuk sawitnya," ungkapnya.
"Masalah sawit itu kalau udah waktunya panen, harus panen gak bisa dibiarkan begitu. Istilahnya tingkat kematangannya udah sampai untuk dipanen itu kalau kita biarkan mana pengaruh sama perkembangan sawitnya malah rusak nanti," bebernya.
Ia mengaku, hanya bisa pasrah atas kondisi yang menimpa. Tetap menjual buah hasil kebun sawit miliknya meskipun dalam hitungan rugi.
"Tetap kita jual meskipun hitungan rugi," sautnya.
Ia meminta, pemerintah dapat memberikan solusi serta memgeluarkan kebijakan secara responsif, pada situasi global saat ini.
"Kalau biasanya saya sistem kerjanya ada upah orang untuk manen, sekarang harga turun kita panen sendiri, semua dikerjakan sendiri, kita harap agar pemerintah bisa nolong petani sawit ini agar harga bisa kembali normal,"katanya.
Tag
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Ramalan Shio Paling Beruntung di Akhir Pekan 4-5 Oktober 2025
- DANA Kaget Jumat Berkah: Klaim Saldo Gratis Langsung Cair Rp 255 Ribu
- Fakta-Fakta Korupsi Bupati HSS Kalsel, Diduga Minta Dana Proyek Puluhan Miliar
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- 18 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 3 Oktober: Klaim Ballon d'Or 112 dan Gems
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Surabaya Heboh! Consumer BRI Expo Tawarkan KPR Super Ringan
-
Dukung Akses Keuangan Merata, BRI Andalkan 1 Juta AgenBRILink dengan Transaksi Rp1.145 Triliun
-
Hadir di Medan, Regional Treasury Team BRI Tawarkan Solusi Keuangan Lengkap bagi Dunia Usaha
-
Hari Sungai Sedunia, BRI Satukan Generasi Muda Jaga Sungai Jaga Kehidupan
-
BRImo Naik Daun! 43,9 Juta Pengguna Nikmati Layanan Digital BRI