SuaraKalbar.id - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti buka suara terkait Pasal 415 yang mengatur tentang perzinaan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Menurutnya, pasal tersebut sangat berpotensi menimbulkan persekusi di tengah masyarakat.
"Sangat berpotensi menciptakan persekusi," kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti di Jakarta, Selasa.
Bivitri menerangkan bahwa masyarakat hidup tidak hanya berpedoman pada norma hukum, tetapi juga norma agama, sosial, dan kesusilaan, termasuk cara berperilaku.
Norma hukum, terutama hukuman pidana yang atur tentang ancaman badan (pemenjaraan), dan denda harus diperlakukan ultimum remedium atau cara paling akhir dalam penegakan hukum.
"Artinya, apabila semua cara telah dilakukan tidak bisa, barulah sanksi pidana diterapkan," ucapnya.
Dirinya berpendapat, bukan berarti sesuatu yang tidak disukai lantas dibuatkan pasal-pasal agar bisa jerat masyarakat dengan tujuan seseorang tidak melakukannya.
"Bukan begitu cara merumuskan norma hukum pidana. Akan tetapi kita harus melihat perilaku itu mengganggu ketertiban umum atau tidak," kata dia.
Ia menilai kohabitasi dan lain sebagainya lebih mengarah pada ranah hukum privat, bukan hukum publik.
Selain itu, wilayah hukum privat juga tidak bisa begitu saja dipindahkan ke hukum publik sebab berpotensi terjadi kesalahan dalam penghukuman.
Yang menjadi masalah ialah ketika sudah ada peraturan tentang zina, menurut dia, bisa menimbulkan asumsi pada sebagian orang bahwa menyerang pelaku zina boleh karena mereka dinilai melanggar hukum.
Padahal, jika dicermati lebih detail, dalam RKUHP pasal perzinaan bersifat delik aduan atau hanya bisa dilaporkan oleh orang-orang tertentu.
"Bahkan, tanpa KUHP saja persekusi juga sudah terjadi," ujarnya.
Akan tetapi, Bivitri menegaskan bahwa pandangan tersebut sama sekali bukan untuk mendukung atau melegalkan zina atau seks bebas.
Masalahnya, penyelesaian perbuatan yang dinilai tidak pantas bukan berarti harus melalui jalur pidana, melainkan masih banyak cara lain.
Jika tetap dipaksakan, kata dia, akan banyak efek negatif misalnya persekusi. (Antara)
Berita Terkait
-
Usai Kirim Surpres soal Revisi KUHAP, Pemerintah Kini Koordinasi Susun DIM
-
Capaian Kinerja Triwulan I 2025 dan RUU Prioritas, Menteri Hukum: Transparansi Sangat Penting
-
Kasus Suap Hakim: Budaya Jual Beli Perkara Mengakar di Peradilan
-
Keadilan Rp60 Miliar: Ketika Hakim Jadi Makelar Hukum untuk Korporasi Sawit
-
Febri Diansyah Ngaku Tak Punya Informasi Rahasia Soal Kasus Harun Masiku
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Sama-sama Bermesin 250 cc, XMAX Kalah Murah: Intip Pesona Motor Sporty Yamaha Terbaru
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
Pilihan
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
-
8 Rekomendasi HP Murah Rp 2 Jutaan Memori 256 GB Terbaik April 2025
Terkini
-
Bye-bye Ribet, BRImo Kini Bilingual, Atur Bahasa Makin Mudah
-
Usaha Lokal Perhiasan Batu Alam Sukses Jangkau Pasar Internasional Berkat Dukungan BRI
-
5 Makna Simbol-Simbol Paskah yang Jarang Diketahui
-
10 Film Paskah Terbaik untuk Menginspirasi Iman dan Harapan
-
DANA Kaget Spesial Hari Ini: Klaim Saldo Gratis Langsung Masuk Dompetmu!