Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Minggu, 18 Oktober 2020 | 08:05 WIB
Ilustrasi pisau untuk menikam. (istimewa).

SuaraKalbar.id - Seorang guru sejarah kepalanya dipenggal karena memperlihatkan kartun Nabi Muhammad ke anak-anak muridnya. Guru sejarah itu ditikam hingga tewas di dekat sekolah.

Tindakan guru tersebut dianggap menghujat umat Islam. Pelaku penikaman pun ditembak mati oleh polisi tidak jauh dari lokasi.

Kejadian itu, Jumat (16/10/2020) kemarin di daerah permukiman di pinggiran barat laut Paris.

Insiden itu menggemakan serangan lima tahun lalu di kantor majalah satir Charlie Hebdo yang menerbitkan karikatur Nabi Muhammad.

Baca Juga: Presiden Marcron Bela Guru yang Tampilkan Kartun Nabi Muhammad ke Murid

Penerbitan karikatur Nabi Muhammad itu menimbulkan masalah di masyarakat Prancis.

Demonstran Muslim membawa spanduk dalam aksi protes menentang penertiban kartun Nabi Muhammad pada majalah satir mingguan Charlie Hebdo, dekat Downing Street, London, Minggu (8/2). (Antara/Reuters)

Pembunuhan yang menargetkan seorang guru, ditafsirkan oleh banyak tokoh masyarakat sebagai serangan terhadap esensi kenegaraan Prancis, dengan nilai-nilai yang dianutnya yaitu sekularisme, kebebasan beribadah, dan kebebasan berekspresi.

"Salah satu warga kami dibunuh hari ini karena dia mengajar, dia mengajar murid-muridnya tentang kebebasan berekspresi," kata Presiden Prancis Emmanuel Macron kepada wartawan di lokasi serangan itu.

"Rekan kami diserang secara mencolok, menjadi korban serangan teroris. Kami akan bertindak. Dengan tegas, dan cepat," kata Macron.

Korban serangan menderita beberapa luka di leher, menurut seorang perwakilan polisi mengatakan, bahwa guru tersebut dipenggal dalam serangan itu.

Baca Juga: Teriak Allahu Akbar, Pelaku Penggal Guru Pembahas Kartun Nabi Muhammad

Warga Iran demo dan kecam majalah satire Prancis,Charlie Hebdo. (Anadolu Agency/Fatemeh Bahrami)

Penyiar Prancis BFMTV melaporkan bahwa tersangka penyerang berusia 18 tahun dan lahir di Moskow. Petugas penegak hukum tidak menyebutkan nama penyerang, atau korbannya.

Sumber polisi mengatakan bahwa saksi mendengar penyerang berteriak "Allahu Akbar" atau "Tuhan Yang Maha Besar".

Serangan terjadi di jalan di depan sekolah menengah tempat korban bekerja, di pinggiran kota Conflans Sainte-Honorine.

Daerah tersebut merupakan lingkungan kelas menengah dengan banyak penduduk yang pulang pergi bekerja di Paris.

Ilustrasi Tempat Kejadian Perkara. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Menurut laporan media Prancis, guru yang terbunuh itu awal bulan ini menunjukkan kartun itu kepada siswanya sebagai bagian dari pelajaran kewarganegaraan.

Sebuah rangkaian pesan di Twitter yang dikirim pada 9 Oktober berisi video seorang pria yang mengatakan putrinya, seorang Muslim, adalah salah satu murid di kelas. Dia terkejut dan kesal dengan tindakan guru tersebut.

Pria dalam video tersebut mendesak pengguna Twitter untuk mengadu kepada pihak berwenang.

Prancis selama beberapa tahun terakhir telah mengalami serangkaian serangan kekerasan oleh militan, termasuk pembunuhan Charlie Hebdo 2015, dan pemboman juga penembakan pada November 2015 di teater Bataclan dan beberapa lokasi di sekitar Paris yang menewaskan 130 orang.

Kurang dari sebulan yang lalu, seorang pria asal Pakistan menggunakan pisau daging menyerang dan melukai dua orang yang sedang merokok di luar kantor tempat Charlie Hebdo bermarkas pada saat serangan 2015.

Presiden Prancis, Emmanuel Macron. [Ian LANGSDON / POOL / AFP]

Masalah kartun tersebut dihidupkan kembali bulan lalu ketika Charlie Hebdo memutuskan untuk menerbitkannya kembali bertepatan dengan dimulainya persidangan terkait serangan 2015.

Al-Qaeda, kelompok militan Islam yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut, mengancam akan menyerang Charlie Hebdo lagi setelah menerbitkan ulang kartun tersebut.

Majalah itu mengatakan bulan lalu bahwa penerbitan ulang kartun tersebut untuk menegaskan haknya atas kebebasan berekspresi, dan untuk menunjukkan bahwa mereka tidak akan diam oleh serangan kekerasan. Pendirian itu didukung oleh banyak politisi dan tokoh masyarakat Prancis terkemuka.

Menanggapi serangan hari Jumat di luar sekolah, Charlie Hebdo menulis di akun Twitter-nya: "Intoleransi telah melewati ambang batas baru dan tampaknya tidak memberikan dasar apa pun dalam memaksakan terornya ke negara kita." (Antara)

Load More