Scroll untuk membaca artikel
Husna Rahmayunita
Selasa, 17 Agustus 2021 | 09:16 WIB
Ali Anyang, pejuang kemerdekaan dari Kalimantan Barat. (istimewa)

Cita-cita Ali Anyang disambut baik oleh ayah angkatnya. Ia pun melanjutkan sekolah ke Sekolah Juru Rawat Medis di Semarang, Jawa Tengah. Setelah lulus dan resmi menjadi perawat, ia sempat bekerja di Rumah Sakit Umum Semarang dan Rumah Sakit Umum Sui Jawi, Pontianak.

Namun, kedatangan Belanda membuat jalan Ali Anyang berubah. Ia menjadi pejuang tangguh yang melawan pasukan Belanda  yang ingin menguasai kembali Indonesia. Ali terlibat aktif dalam pembentukan Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI).

Organisasi didirikan oleh pemuda di seluruh Indonesia untuk menyambut dna menjaga kemerdekaan Indonesia. Ali Anyang ditunjuk sebagai perwakilan dari Kalimantan Barat, tepatnya Pontianak.

Perlawanan Ali Anyang dimulai saat penggempuran markas dan gudang peluru Belanda pada 12 November 1945. 

Baca Juga: J.C Oevaang Oeray, Pejuang Dayak dan Pahlawan Kemerdekaan dari Kalimantan Barat

Setelah perang kemerdekaan, Ali Anyang menikah dengan Siti Hajir, seorang perempuan asal Sambas.  Keduanya dikaruniai delapan orang anak

Karena berprofesi jadi perawat, mereka hidup secara nomaden. Tercatat pernah tinggal di Ciawi, Indramayu, Banjarmasin, Cililitan, dan kemudian kembali ke Kalimantan Barat

Untuk mengenang jasanya, dibangun monumen Ali Anyang di simpang tiga jalan Trans Borneo Km-5 Kubu Raya, Kalimantan Barat.

(Sekar Jati)

Baca Juga: Mengenang Mayor Madmuin Hasibuan, Pejuang Kemerdekaan dan Ketua DPRD Pertama Bekasi

Load More