Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Sabtu, 27 November 2021 | 16:59 WIB
workshop dan diskusi pengupahan, yang digelar di Hotel Kapuas Dharma, Sabtu (27/11/2021). [insidepontianak.com]

SuaraKalbar.id - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Kalbar, menolak penetapan Upah Minimum Pekerja (UMP) tahun 2022, yang hanya naik sekitar 1,44 persen atau naik Rp34 ribu dari UMP 2021.

Penetapan UMP 2022 itu pun dianggap sepihak. Karena tidak melibatkan organisasi serikat buruh. Sehingga dinilai inkonstitusional.

“Dengan penetapan UMP, yang naik hanya 1,44 persen atau Rp34 ribu dalam kondisi saat ini kita sangat menyesalkan sekali,” kata Suherman seperti dikutip dari insidepontianak.com, Sabtu (27/11/2021).

Menurut Suherman, aturan dalam penetapan upah dilakukan sepihak oleh pemerintah pusat. Acuannya hanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36.

Baca Juga: Jalan Darat Penghubung Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur Ditargetkan Rampung 2024

Selain itu, penetapannya juga tidak melalui koordinasi dengan serikat buruh. Padahal, sebelum berlakunya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker), KSBSI selalu dilibatkan dalam setiap pembahasan penetapan UMP.

“Tapi sejak PP 78 ini, memang peran serikat mulai dikurangi. Kalau dulu, kita terjun ke lapangan survei. Setelah keluar PP 78, dia (red, pemerintah) menggunakan data BPS. Sekarang berubah lagi, ada batas atas dan batas bawah,” kata Suherman.

Untuk itu, KSBSI menegaskan menolak penetapan UMP yang kini menggunakan PP Nomor 36. Penetapan UMP 2022 dinilai cacat hukum.

“Kami anggap ini inkonstusional,” ujarnya.

Di sisi lain, KSBSI menilai, kenaikan UMP 2022 ini juga tak wajar. Sebab, jumlah kenaikannya tak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok saat ini.

Baca Juga: Ini 5 Kuliner Khas Kalimantan Barat, Mulai dari Makanan Berat Hingga Hidangan Penutup

“Tidak masuk akal, karena rumusan sudah dibuat menurut surat edaran. Peran serikat memperjuangkan upah sektoral dan minimum provinsi tidak lagi, sudah disetting ini semua,” pungkasnya.

Load More