Scroll untuk membaca artikel
Bella
Kamis, 28 April 2022 | 14:24 WIB
Syukur, korban dugaan kasus mafia tanah yang membuat rugi Rp 2,1 miliar, memperlihatkan bukti laporan kepolisian.(Istimewa)

SuaraKalbar.id - Vonis bebas hakim Pengadilan Negeri Pontianak terhadap dua terdakwa kasus dugaan mafia tanah IS (56 tahun) dan AB (50 tahun) membuat pengamanat hukum Herman Hofi Munawar, buka suara.

Dirinya meminta Komisi Yudisial untuk memonitor kinerja hakim di Kalimantan Barat. Khususnya perkara mafia tanah.

“Kita harap Komisi Yudisial jangan tidur,” ucap Herman kepada wartawan, Rabu (27/4/2022).

Menurut Herman, Komisi Yudisial kata Herman seharusnya melakukan pengawasan dan monitoring. Terlebih terdapat perwakilan Komisi Yudisial di Kalimantan Barat.

Baca Juga: Kejati DKI Gandeng PPATK Lacak Aliran Dana Kasus Mafia Tanah Pertamina

“Terhadap kasus ini saya harap ada langkah-langkah yang dilakukan Komisi Yudisial,” ungkapnya.

Menurut Herman, kelompok mafia tanah tidak ramai. Begitu pula dengan tanah yang dikuasai, milik segelintir orang saja.

Namun, dampak dari mafia tanah tak bisa disepelekan karena jelas merugikan masyarakat. Tak hanya itu, mereka semakin berani karena semua sudah tersistem.

Mereka memiliki latar belakang berbagai profesi untuk mempermudah proses peralihan hak tanah secara ilegal agar mendapatkan keuntungan. “Untuk modus bermacam-macam. Biasanya tergantung lokasi tanah.”

Untuk diketahui, kasus dugaan mafia tanah ini terjadi tahun 2014. Saat itu, korban Syukur bertemu dengan AB dan IS atas perantara YN.

Baca Juga: Sempat Bikin Heboh Indonesia Usai Diduga Cabut Kuku Seorang Anak, Duduh Divonis Tak Bersalah

AB dan IS menawarkan tanah seluas 10 hektar yang lokasinya berada di depan bekas kantor PT Wana Bangun Agung (WBA), Jalan Desa Kuala Dua, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya.

Selanjutnya, Syukur membeli tanah itu dengan membayar secara bertahap. Uang senilai total Rp2,1 miliar dibayar Syukur secara tunai maupun transfer kepada IS dan AB. “Semua bukti penyerahan tercatat dalam akuntansi,” jelas Syukur dilansir dari insidepontianak-jaringan suara.com-.

Celakanya, pada Desember 2016 datang seseorang yang menerangkan, bahwa tanah yang dibelinya itu telah memiliki sertifikat atas nama orang lain. Orang tersebut menunjukkan surat bukti kepemilikan.

“Dari situ saya kemudian tahu bahwa tanah tersebut bermasalah,” ungkap Syukur.

Syukur melaporkan kasus ini ke polisi. Alhasil IS dan AB ditangkan dan ditetapkan sebagai tersangka. Namun keduanya tak ditahan. 

Load More