Scroll untuk membaca artikel
Bella
Rabu, 12 Maret 2025 | 20:11 WIB
Ilustrasi ojek online. (Suara.com/Ema Rohimah)

SuaraKalbar.id - Menjelang Hari Raya, perusahaan diwajibkan untuk memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan yang telah memenuhi masa kerja sesuai ketentuan.

THR diberikan dengan besaran satu bulan gaji bagi pekerja tetap, sementara bagi pengemudi ojek online dan kurir, perhitungan dilakukan secara proporsional.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kubu Raya, Wan Iwansyah, menyampaikan bahwa aturan tersebut mengacu pada Surat Edaran Kementerian Tenaga Kerja RI Tahun 2025 yang diterbitkan pada 11 Maret lalu.

Surat edaran tersebut menegaskan kewajiban perusahaan, termasuk penyedia layanan aplikasi transportasi dan pengiriman, untuk memberikan THR bagi pekerja mereka.

Baca Juga: Hujan Deras Sebabkan Genangan 60 Cm di Jalan Trans Kalimantan, Kendaraan Terjebak Macet Sepanjang 7 Kilometer

Kadisnaketrans Kubu Raya Wan Iwansyah. (SUARAKALBAR.CO.ID/Yati)

"Pemerintah pusat telah mencapai kesepakatan dengan pemilik aplikasi online agar ojek online dan kurir mendapatkan THR secara proporsional," ujar Wan Iwansyah dikutip dari Suarakalbar.co.id, jejaring Suara.com Rabu.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa THR harus dibayarkan paling lambat H-7 sebelum perayaan hari raya. Untuk memastikan kepatuhan, pihaknya akan mengeluarkan surat edaran kepada seluruh perusahaan di Kubu Raya.

"Kami akan mengingatkan perusahaan tentang kewajibannya. Selain itu, kami juga menyediakan posko konsultasi bagi pekerja yang mengalami keterlambatan pembayaran THR," tambahnya.

Disnakertrans Kubu Raya juga menegaskan bahwa perusahaan yang tidak membayarkan THR tepat waktu akan diberikan surat peringatan. Jika masih tidak patuh, sanksi lebih tegas akan diterapkan sebagai efek jera.

Namun, hingga saat ini, Wan Iwansyah memastikan bahwa belum ada laporan perusahaan di Kubu Raya yang lalai dalam membayarkan THR kepada karyawannya.

Baca Juga: Puasa Kamis 6 Maret 2025 di Kubu Raya? Ini Jadwal Lengkapnya!

Pemerintah berharap seluruh perusahaan dapat mematuhi aturan ini demi kesejahteraan pekerja menjelang hari raya.

Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pekerja di sektor transportasi dan logistik berbasis aplikasi telah memberikan kontribusi besar, sehingga mereka berhak mendapatkan apresiasi dalam bentuk bonus Hari Raya Idul Fitri.

"Tahun ini Pemerintah menaruh perhatian khusus kepada pengemudi dan kurir online yang telah memberikan kontribusi yang penting dalam mendukung pelayanan transportasi dan logistik di Indonesia," ujar Prabowo dalam konferensi pers THR Lebaran di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/3/2025).

Sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka, pemerintah mengimbau perusahaan aplikasi transportasi dan pengiriman untuk memberikan bonus dalam bentuk uang tunai, dengan mempertimbangkan keaktifan kerja masing-masing pengemudi dan kurir.

Mekanisme dan Besaran Bonus
Presiden Prabowo menjelaskan bahwa besaran bonus akan disesuaikan dengan tingkat keaktifan pengemudi dan kurir dalam bekerja. Menteri Ketenagakerjaan nantinya akan merumuskan mekanisme dan besaran bonus melalui Surat Edaran yang akan segera diumumkan.

"Untuk besaran dan mekanisme bonus hari raya ini, kita serahkan nanti akan dirundingkan dan akan disampaikan Menteri Ketenagakerjaan melalui Surat Edaran," tambahnya.

Pemerintah berharap kebijakan ini dapat memberikan manfaat nyata bagi sekitar 250 ribu pengemudi dan kurir online aktif, serta 1-1,5 juta pekerja paruh waktu di sektor ini, agar mereka dapat menikmati libur dan mudik Lebaran dengan kondisi lebih baik.

Permasalahan Status Hukum Pengemudi Ojol
Namun, di balik kebijakan ini, masih terdapat dilema hukum terkait status pengemudi ojol. Hingga kini, ojek online belum mendapatkan pengakuan resmi sebagai transportasi umum dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) No. 22 Tahun 2009.

Menurut Analis Kebijakan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan, ketidakjelasan status hukum ini membuat perusahaan aplikasi tetap menganggap pengemudi ojol sebagai mitra, bukan pekerja. Akibatnya, mereka tidak memiliki hak yang sama seperti pekerja sektor transportasi lainnya, termasuk dalam Tunjangan Hari Raya (THR).

"Masalah sesungguhnya ojek online adalah tidak adanya regulasi hukum yang mengakui mereka dalam sistem hukum transportasi nasional. Akibatnya, isu THR kepada pengemudi ojol selalu muncul setiap tahun tanpa ada kepastian," jelas Azas.

Ia menekankan bahwa tanpa regulasi yang jelas, pengemudi ojol tetap berada dalam posisi lemah dalam hubungan kerja dengan perusahaan aplikasi, menghadapi pemotongan komisi hingga 25%, kebijakan pemutusan mitra yang sewenang-wenang, serta tarif yang sering kali merugikan mereka.

Load More