Bella
Minggu, 11 Mei 2025 | 16:14 WIB
Ilustrasi disiram air keras (chatgpt)

SuaraKalbar.id - Kepolisian Resor (Polres) Singkawang akhirnya mengungkap motif di balik aksi penyiraman air keras terhadap Kepala Bidang Keperawatan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalimantan Barat, Achmad, yang terjadi pada 21 April 2025.

Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa tindakan keji tersebut dilatarbelakangi oleh rasa cemburu seorang narapidana terhadap korban.

Kasatreskrim Polres Singkawang, AKP Deddi Sitepu, mengungkapkan bahwa pelaku utama dalam kasus ini adalah seseorang berinisial EW, yang saat ini sedang menjalani hukuman di Lapas Singkawang.

EW memerintahkan tiga orang untuk menyerang Achmad karena menduga korban memiliki hubungan khusus dengan istrinya, yang diketahui bekerja sebagai perawat di RSJ tempat Achmad juga bertugas.

Press release Polres Singkawang motif penyiraman air keras kepada pegawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalbar, Singkawang, Sabtu (10/5/2025). (ANTARA)

“Motif pelaku adalah cemburu. Dari keterangan EW, ia merasa tersinggung dan cemburu terhadap korban karena diduga memiliki hubungan dengan istrinya. Maka ia menyuruh tiga orang untuk melakukan penyiraman cairan ke wajah korban,” ujar Deddi kepada awak media di Singkawang, Sabtu (10/5).

Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 16.15 WIB, saat korban baru saja keluar dari rumah sakit dan menempuh perjalanan pulang.

Sekitar 500 meter dari RSJ, korban dipepet oleh dua sepeda motor yang ditumpangi empat orang tidak dikenal. Salah satu pelaku kemudian menyiramkan cairan yang diduga cuka getah ke wajah korban.

Korban sempat dilarikan ke RSUD Abdul Aziz Singkawang dengan luka serius di bagian wajah dan kelopak mata. Beruntung, cedera tersebut tidak sampai menyebabkan kebutaan total.

Saat ini, kondisi korban telah membaik dan ia sudah dipulangkan ke rumah untuk melanjutkan pemulihan.

Baca Juga: Kalbar Siap Kirim 2.519 Jemaah Haji Tahun Ini, Berikut 10 Doa Mustajab di Tanah Suci

Atas kejadian ini, tiga tersangka telah diamankan polisi. Pelaku utama berinisial HA, bersama dua rekan lainnya berinisial AD dan BD. Kedua nama terakhir ditangkap di wilayah Kecamatan Pemangkat, Kabupaten Sambas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, ketiganya mengaku menjalankan perintah dari EW.

“HA merupakan pelaku utama yang melakukan penyiraman. AD dan BD berperan dalam membantu pelaku, termasuk mengawasi dan mengawal aksi tersebut. Kami telah mengamankan dua unit kendaraan sepeda motor yang digunakan dalam peristiwa ini, yakni Honda PCX hitam dan Yamaha Mio,” terang AKP Deddi.

Salah satu temuan menarik dalam kasus ini adalah fakta bahwa sepeda motor Yamaha Mio diduga diberikan sebagai hadiah oleh EW kepada para pelaku atas keberhasilan menjalankan aksinya.

Selain kendaraan, polisi juga menyita alat komunikasi yang digunakan untuk berkoordinasi serta pakaian yang dikenakan para pelaku saat kejadian.

Adapun cairan yang digunakan untuk menyiram korban disimpan dalam botol plastik berwarna biru bermerek Vixal. Botol tersebut sempat dibuang oleh pelaku setelah kejadian, namun berhasil ditemukan oleh tim penyidik.

“Cairan itu masih dalam proses uji laboratorium di Polda Kalbar untuk memastikan kandungannya. Dugaan sementara adalah cuka getah atau sejenis zat kimia berbahaya,” jelas Deddi.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat pasal berbeda sesuai dengan peran mereka.

Pelaku utama HA dijerat Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat yang dilakukan dengan perencanaan, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Sementara AD dan BD dijerat Pasal 56 huruf b KUHP karena turut serta dalam aksi tersebut.

Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, sebelumnya juga telah menyampaikan keprihatinannya terhadap kejadian ini dan meminta aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas.

“Kami minta agar aparat penegak hukum segera mencari pelaku dan menindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Alhamdulillah, kondisi korban tidak sampai mengakibatkan kebutaan total, meski ada luka serius di kelopak mata dan beberapa bagian tubuh lainnya,” ucap Norsan.

Ia menegaskan bahwa kasus kekerasan terhadap tenaga kesehatan tidak bisa ditoleransi dan harus dihentikan.

“Para tenaga medis adalah garda terdepan dalam pelayanan publik. Mereka tidak boleh menjadi korban kekerasan, apalagi dengan alasan yang tidak rasional seperti kecemburuan,” tegas Gubernur.

Load More