- Trauma pascabencana adalah respons psikologis akibat peristiwa ekstrem, yang gejalanya meliputi kesulitan tidur, cemas, dan menarik diri dari sosial.
- Mengatasi trauma dimulai dengan mengakui emosi, mencari bantuan profesional seperti konseling, dan melatih teknik relaksasi pernapasan.
- Pemulihan jangka panjang melibatkan menjaga kesehatan fisik, membangun kembali rutinitas perlahan, serta memperkuat dukungan sosial dan harapan positif.
Kesehatan fisik berhubungan erat dengan kestabilan emosi. Menjaga pola makan sehat, tidur cukup, minum air yang cukup, serta olahraga ringan seperti peregangan atau jalan kaki dapat membantu tubuh lebih cepat pulih dari tekanan emosional.
5. Kembali ke rutinitas secara perlahan
Membangun kembali rutinitas memberikan rasa aman dan stabil. Memulai dari aktivitas sederhana, seperti mengatur jam tidur, kembali bekerja atau bersekolah, hingga melakukan hobi dapat membantu pikiran menyadari situasi sudah lebih terkendali.
6. Memperkuat dukungan sosial di sekitar korban
Berbicara dengan keluarga, teman dekat, atau sesama penyintas sangat membantu mengurangi beban emosional. Dengan saling berbagi cerita dan pengalaman, korban merasa tidak sendirian dan lebih mudah melewati masa sulit.
7. Mengikuti kegiatan trauma healing
Trauma healing menjadi bagian penting dalam proses pemulihan. Kegiatan ini dapat berupa aktivitas kelompok, sharing session, seni kreatif, permainan edukasi, hingga bimbingan psikologis. Pada anak-anak, pendekatan bermain sering menjadi metode paling efektif untuk mengurai emosi yang sulit diungkapkan secara verbal.
8. Membangun harapan dan persepsi positif
Pemulihan trauma juga membutuhkan proses menata kembali cara berpikir. Memperkuat harapan, menetapkan tujuan kecil, serta menyadari hal-hal positif yang masih dimiliki dapat membantu korban perlahan mengembalikan kepercayaan diri dan memandang masa depan secara lebih optimistis.
Trauma pascabencana memang tidak mudah dihadapi, tetapi bukan berarti tidak bisa pulih. Dengan dukungan profesional, lingkungan sosial yang hangat, dan penerapan strategi pemulihan yang tepat, para penyintas dapat kembali bangkit dan menjalani kehidupan dengan lebih baik.
Berita Terkait
-
Sawit Bikin Sewot: Kenapa Dibilang Bukan Pohon, Jadi Biang Kerok Banjir Sumatra?
-
Naskah Khutbah Jumat Soal Hikmah di Balik Bencana Alam, Ujian atau Azab?
-
Indonesia Sports Summit Ambil Bagian Beri Bantuan untuk Korban Bencana Alam Sumatera
-
Ancaman Belum Selesai, Indonesia Disebut Belum Usai dengan Siklus Bencana
-
Dasco: Anak Korban Bencana Sumatera Jangan Dipaksa Sekolah Dulu, Wajib Trauma Healing
Terpopuler
- Naksir Avanza Tahun 2015? Harga Tinggal Segini, Intip Pajak dan Spesifikasi Lengkap
- 5 Krim Kolagen Terbaik yang Bikin Wajah Kencang, Cocok untuk Usia 30 Tahun ke Atas
- 7 Rekomendasi Ban Motor Anti Slip dan Tidak Cepat Botak, Cocok Buat Ojol
- 5 Mobil Bekas Senyaman Karimun Budget Rp60 Jutaan untuk Anak Kuliah
- 5 Rekomendasi Bedak Waterproof Terbaik, Anti Luntur Saat Musim Hujan
Pilihan
-
Google Munculkan Peringatan saat Pencarian Bencana Banjir dan Longsor
-
Google Year in Search 2025: Dari Budaya Timur hingga AI, Purbaya dan Ahmad Sahroni Ikut Jadi Sorotan
-
Seberapa Kaya Haji Halim? Crazy Rich dengan Kerajaan Kekayaan tapi Didakwa Rp127 Miliar
-
Toba Pulp Lestari Dituding Biang Kerok Bencana, Ini Fakta Perusahaan, Pemilik dan Reaksi Luhut
-
Viral Bupati Bireuen Sebut Tanah Banjir Cocok Ditanami Sawit, Tuai Kecaman Publik