Jejak Kasus Dugaan Pemerkosaan Pejabat Imigrasi Entikong

Bagaimana kelanjutan proses hukum kasus itu?

Husna Rahmayunita
Rabu, 10 Februari 2021 | 09:58 WIB
Jejak Kasus Dugaan Pemerkosaan Pejabat Imigrasi Entikong
Ilustrasi pelecehan seksual (pixabay/Gerd Altmann)

"Korban juga telah menyampaikan saksi-saksi. Yakni saksi menjelang kejadian dan tidak berapa lama sesudahnya dari kejadian tersebut. Saksi-saksi ini juga sudah dimintai keterangan oleh penyidik,” jelas Saulatia.

Saulatia menyatakan, setelah membuat laporan pada 14 Januari 2021, korban langsung dibawa pihak Polsek Entikong ke Puskesmas Entikong untuk melakukan visum et repertum. Kemudian, korban dibawa penyidik Polres Sanggau ke RSUD dr Soedarso Pontianak untuk dilakukan visum et repertum ulang.

“Pada 20 Januari 2021 penyidik juga menyampaikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sanggau,” ucapnya.

Saulatia menyatakan, berdasarkan laporan polisi, keterangan saksi korban, saksi-saksi lainnya dan visum et repertum serta barang-barang bukti yang diperoleh dalam penyidikan tersebut, sesungguhnya penyidik telah memiliki bukti permulaan yang telah memenuhi syarat untuk segera menetapkan terduga pelaku sebagai tersangka.

Baca Juga:Kepala Imigrasi Diduga Perkosa Bawahan, Modusnya Buat Laporan

“Penyidik tidak perlu mendalami kasus, menunggu hingga terdapat bukti permulaan yang cukup, cukup bukti atau bukti yang cukup,” katanya.

Menurut dia, bukti permulaan yang cukup baru diperlukan apabila penyidik hendak melakukan penangkapan terhadap tersangka untuk kepentingan penyidikan. Cukup bukti baru diperlukan apabila penyidik hendak melakukan penangkapan terhadap tersangka untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau peradilan.

Namun demikian, dia menambahkan, sayangnya hingga saat ini kenyataannya RFS belum ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik. Oleh karena itu selaku penasihat hukum korban, Saulatia bersama tim lainnya Herawan Oetoro dan Roslaini Sitompul, akan menyiapkan permohonan koreksi dan pengawasan terhadap penyelesaian perkara tersebut.

"Baik secara internal vertikal di Polri, maupun secara horisontal kepada pihak terkait, termasuk praperadilan apabila terjadi penghentian penyidikan," tegasnya.

Didatangi kantornya, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kakanwil Kemenkumham) Kalimantan Barat, Fery Monang Sihite mengatakan, pihaknya sampai saat ini masih mengumpulkan bahan keterangan dan pemeriksaan untuk hal sanksi kepegawaian.

Baca Juga:Tersandung Kasus Dugaan Asusila, Kepala Imigrasi Entikong Dibebastugaskan

“Karena kedua-duanya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN). Tentunya harus patuh kepada undang undang aturan kepegawaian. Seperti pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010. Tinggal nanti mendengar rekomendasi dari pusat,” kata Fery.

Ia menuturkan, lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) sudah datang ke Kanwil Kemenkum dan HAM Kalbar. Pihaknya, kata Fery, sudah memberikan penjelasan dan keterangan apa yang terjadi pada kasus itu.

"Dan bagaimana nanti keputusannya, merekalah (pihak terkaot) yang mengambil kesimpulan. Saya hanya menyajikan informasi,” katanya.

Fery menyatakan, terkait sanksi akan diberikan kepada kedua ASN tersebut. Dalam kasus itu pihaknya tidak semata-mata melihat benar salahnya. Tetapi yang jelas ada dua ASN yang melakukan perbuatan asusila. Tentunya dilihat dulu kronologi kejadian sampai akan diungkap titik terangnya nanti.

“Jangan nanti di media, terminologi yang selalu digunakan pengaduan itu adalah pemerkosaan. Tetapi harus dibuktikan terlebih dahulu unsur-unsurnya terpenuhi atau tidak, tentu itu ada di kepolisian,” tuturnya.

Fery menyatakan, meskipun polisi nantinya menetapkan pelaku sebagai tersangka, maka kedua-duanya akan mendapatkan sanksi internal. Sanksinya bisa berupa pemecatan, penurunan pangkat, ringan, sedang atau berat. Semua tergantung diuji pada nantinya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini