SuaraKalbar.id - Pandemi COVID 19 mengubah pola hidup dan kesehatan masyarakat, tak terkecuali pada anak-anak. Pemerintah sepakat mengeluarkan kebijakan belajar daring sebagai bentuk pemutusan rantai COVID 19 di masyarakat.
Lingkup aktivitas anak-anak pun berkurang, yang tadinya belajar tatap muka dan bisa bermain di luar rumah, sekarang harus beralih pada gadget untuk beraktivitas selama pandemi ini.
Hal ini pasti akan membuat anak banyak menghabiskan waktu di depan layar (screen time). Riset Dokter Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Dr. dr. Kristiana Siste, SP.Kj (K) mengemukakan bahwa, tingkat penggunaan gadget yang dilakukan anak-anak Indonesia selama pandemi COVID 19 meningkat 19,3% dengan rata-rata 11,6 jam per harinya.
Peningkatan jumlah screen time bisa membawa dampak buruk bagi kesehatan mata. Salah satunya adalah Computer Vision Syndrome yang gejalanya berupa mata lelah, mata berair, pusing, dan pandangan kabur. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut anak-anak bisa mengalami kenaikan refraksi seperti mata minus dan mata silinder secara progresif.
Baca Juga:3 Masalah Kesehatan Kulit yang Sering Dijumpai Saat Puasa
Menurut studi yang dilakukan di Cina, selama tahun 2020, anak yang berusia 6 - 8 tahun ternyata 3kali lipat lebih rentan menderita mata minus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tentu menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 sangat mempengaruhi kesehatan mata anak.
Alhasil, banyak orang tua mulai peduli terhadap kesehatan mata anak. Kondisi ini menjadi tantangan bagi buah hati mereka yang sudah mengalami gangguan refraksi sejak lama dan resiko minus atau cylinder bertambah selama pandemi sangat tinggi.
Orang tua mulai mencari solusi dari mata minus yang dialami oleh anak mereka, namun mereka bingung harus ke mana. Karena yang mereka tahu selain kacamata solusi dari kelainan refraksi adalah operasi atau lasik. Sedangkan, LASIK tidak direkomendasikan bagi anak-anak yang berusia di bawah 19 tahun.
Padahal, ada metode yang bisa ditempuh untuk menghambat dan menurunkan mata minus si kecil tanpa proses pembedahan, yaitu dengan terapi lensa kontak Orthokeratology (Ortho K). Terapi ini bertujuan membentuk ulang kornea mata pasien yang tadinya tidak beraturan, menjadi bulat kembali secara alami.
"Terapi Ortho K bisa menjadi solusi bagi mata minus anak-anak yang naik terus dari tahun ke tahun. Prosesnya alami, aman, dan sudah ada FDA Approved. Penggunaan lensa kontak Ortho K (Orthokeratology) sangat simple, hanya dipakai pada saat tidur di malam hari. Lalu bisa dilepas pada pagi hari dan anak-anak mendapatkan penglihatan yang terang tanpa penggunaan alat bantu seperti kacamata atau lensa kontak konvensional," kata Andri Agus Syah, OD, FPCO, FAAO, dokter Optometri sekaligus Ortho K Specialist di VIO Optical Clinic, Kota Harapan Indah, Bekasi, Jawa Barat dalam rilisnya kepada Suara.com, Sabtu (10/4/2021).
Baca Juga:Masjid Istiqlal Dibuka saat Bulan Ramadhan
Meskipun terbilang baru di kalangan masyarakat Indonesia, namun metode ini sudah dilakukan selama lebih dari satu dekade di Amerika. Orthokeratology terbukti aman dan memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam menurunkan dan menghambat Laju minus.
"Ada beberapa penelitian di Amerika yang menunjukkan bahwa Ortho K ini punya successful rate yang tinggi dalam memperlambat laju minus. Jadi cocok banget buat orang tua yang ingin anaknya lepas kacamata. Bahkan orang dewasa juga bisa ikut terapi ini, tapi tentu harus melakukan screening awal pemeriksaan terlebih dahulu," tambah dr. Weni Puspitasari, Sp.M selaku Spesialis Mata di VIO Optical Clinic.
Akhirnya, banyak orang tua yang menempuh metode terapi lensa kontak Orthokeratology ini sebagai solusi buat gangguan penglihatan mata anak-anak mereka. Bahkan sudah banyak anak yang bebas beraktivitas tanpa kacamata atau lensa kontak.