SuaraKalbar.id - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir, mengungkapkan bahwa hingga Mei 2025, Indonesia baru mampu mengisi sekitar 297 ribu posisi tenaga kerja dari total 1,7 juta permintaan yang datang dari berbagai negara.
Artinya, lebih dari 1,4 juta peluang kerja internasional masih belum terpenuhi.
“Peluang ini sangat besar. Tapi jika tidak digarap secara serius, terutama melalui sosialisasi dan pelatihan ke daerah serta sekolah-sekolah vokasi, maka kesempatan ini bisa hilang begitu saja,” ujar Abdul Kadir dalam keterangannya saat kunjungan kerja di Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (20/6/2025).

Menurut Kadir, permintaan tenaga kerja terbesar berasal dari sektor hospitality (perhotelan dan pariwisata), perawatan (caregiver), operator komputer, teknisi mesin, hingga pilot.
Baca Juga:Bejat! Nenek Lumpuh di Ketapang Dicabuli Cucu Kandung
Secara keseluruhan, terdapat sekitar 700 jenis jabatan yang terbuka untuk pasar tenaga kerja internasional.
Namun, keterbatasan dalam sosialisasi dan sistem pelatihan di daerah menjadi kendala utama dalam mengisi posisi tersebut.
Ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, khususnya dalam menyebarluaskan informasi serta memperkuat pelatihan yang relevan dengan kebutuhan pasar global.
“Saya mengajak seluruh pemerintah daerah untuk bersama-sama menyiapkan SDM yang kompeten dan siap diberangkatkan ke luar negeri. Kita punya bonus demografi, jadi ini adalah saat yang tepat,” tegasnya.
Perlindungan Hukum Jadi Prioritas
Tak hanya menyoroti aspek kuantitas, Abdul Kadir juga menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi para pekerja migran.
Baca Juga:Perempuan Muda di Ketapang Dianiaya Mantan Kekasih, Direkam dalam Keadaan Tanpa Busana
Menurutnya, pekerja yang diberangkatkan melalui jalur resmi akan mendapatkan hak yang jelas dan terlindungi secara hukum.
“Pekerja yang berangkat secara prosedural mendapatkan kontrak kerja, jaminan kesehatan, tempat tinggal layak, hingga hak cuti yang diatur secara legal. Mereka terlindungi dari risiko-risiko hukum dan sosial di negara tujuan,” jelasnya.
Sebaliknya, pekerja migran yang berangkat secara ilegal, terutama melalui jalur-jalur tidak resmi seperti pelabuhan tikus ke negara seperti Malaysia, sangat rentan menjadi korban eksploitasi, kekerasan, hingga perdagangan manusia.
“Masalah besar justru muncul pada mereka yang berangkat secara ilegal. Mereka tidak punya perlindungan apa-apa, dan seringkali menjadi korban,” imbuh Kadir.
Untuk memaksimalkan peluang sekaligus melindungi hak pekerja, pemerintah melalui Kementerian P2MI terus melakukan edukasi ke berbagai daerah.
Salah satu fokusnya adalah menyosialisasikan jalur legal penempatan kerja ke luar negeri dan manfaatnya bagi calon pekerja dan keluarganya.
Pemerintah juga akan memperkuat kerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK), SMK vokasi, dan lembaga pelatihan kerja swasta untuk memastikan calon pekerja mendapatkan pelatihan kompetensi sesuai standar internasional.
“Ini adalah langkah strategis. Kalau kita berhasil menciptakan ekosistem yang kuat, Indonesia bisa menjadi salah satu negara penyuplai tenaga kerja profesional terbesar di dunia,” ujar Kadir optimistis.
Abdul Kadir menegaskan bahwa visi besar pemerintah adalah mendorong migrasi tenaga kerja yang aman, legal, dan bermartabat.
Ia berharap masyarakat tidak tergiur bujuk rayu oknum yang menawarkan jalan pintas bekerja ke luar negeri tanpa prosedur yang sah.
“Kita ingin pekerja Indonesia dihargai, dibayar layak, dan punya kehidupan yang lebih baik di luar negeri. Tapi itu hanya mungkin jika mereka berangkat lewat jalur yang benar,” tegasnya.
Pemerintah juga membuka layanan pengaduan dan konsultasi terkait peluang kerja luar negeri serta jalur resmi penempatan tenaga kerja, baik secara langsung di kantor-kantor Dinas Ketenagakerjaan maupun melalui layanan daring yang telah terintegrasi di tingkat nasional.