SuaraKalbar.id - Covita, seekor bayi orangutan diselamatkan oleh petugas dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ketapang dan lembaga konservasi IAR Indonesia.
Bayi tersebut dievakuasi dari Dusun Ampon, Desa Krio Hulu, Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang.
Ketua Umum Yayasan IAR Indonesia Tantyo Bangun menerangkan bahwa Covita sebelumnya dipiara secara ilegal oleh warga di Dusun Ensayang, Desa Karang Betong, Kecamatan Nanga Mahab, Kabupaten Sekadau.
"Selama dipelihara oleh pemiliknya, Covita dirantai di sebuah rumah walet dan diberi makan nasi, jambu monyet, air gula, dan susu kental manis," ujar Tantyo dalam keterangan persnya.
Untuk menyelamatkan Covita, petugas harus menempuh perjalanan darat selama delapan jam dilanjutkan dengan tiga jam perjalanan menggunakan perahu motor.
Dokter hewan IAR Indonesia kemudian memeriksa kondisi bayi orangutan yang diperkirakan berusia 2,5 tahun tersebut.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan tonjolan pada tulang paha kanan Covita yang diduga merupakan bekas cedera.
"Selain itu juga menderita penyakit kulit yang membuat sebagian kulitnya mengelupas dan rambutnya rontok di kedua kaki dan punggungnya," sambungnya.
Bayi orangutan tersebut kekinian sudah dibawa ke pusat rehabilitasi satwa IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Kabupaten Ketapang.
Baca Juga: Kasus Bunuh Diri Tri Nugraha, Penyidik dan Pegawai Kejati Bali Diperiksa
Selanjutnya, Covita akan dikarantina selama delapan minggu ke depan dan diperiksa kesehatannya.
"Untuk memastikan dia tidak membawa penyakit berbahaya yang bisa menular ke orangutan lainnya," kata Tantyo.
Tantyo pun berharap, setelah dikarantia Covita dapat dikembalikan ke habitat asalnya.
"Semoga upaya karantina dan rehabilitasi dapat berjalan dengan baik sehingga bayi orangutan itu dapat dilepasliarkan ke habitat alaminya di hutan rimba Kalimantan," tambahnya,
Di lain pihak, Kepala BKSDA Kalimantan Barat Sadtata Noor Adirahmanta menyoroti soal pemeliharaan satwa liar secara ilegal.
Ia menegaskan tindakan itu dapat mendatangkan dampak buruk kepada kedua belah pihak.
"Dari sisi satwanya dapat menyebabkan perubahan perilaku alami orangutan, dan dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia di sekitarnya," ungkapnya. (Antara)
Berita Terkait
-
5400 Telur Penyu Diselundupkan: Jejak Digital Ungkap Kongkalikong Sipil-TNI di Kalbar
-
Dua Kabupaten Tetapkan Status Darurat Asap, 1.038 Titik Panas Terdeteksi di Kalbar
-
Warga Kalbar Resah Transmigrasi Rampas Tanah? Menteri Beri Klarifikasi Soal Kuota 30%
-
Antrean Pelabuhan Ketapang Kian Parah, Pemprov Jatim Minta Aktifkan Pelabuhan Jangkar
-
Kalbar Jadi Pintu Jual Beli Bayi ke Singapura, KPAI Minta Penyelidikan Diperluas
Terpopuler
- Dana Operasional Gubernur Jabar Rp28,8 Miliar Jadi Sorotan
- Viral Video 7 Menit Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach, Praktisi Hukum Minta Publik Berhati-hati
- Prabowo Dikabarkan Kirim Surat ke DPR untuk Ganti Kapolri Listyo Sigit
- Tutorial Bikin Foto di Lift Jadi Realistis Pakai Gemini AI yang Viral, Prompt Siap Pakai
- Prabowo Incar Budi Gunawan Sejak Lama? Analis Ungkap Manuver Politik di Balik Reshuffle Kabinet
Pilihan
-
Ketika Politik dan Ekonomi Turut Membakar Rivalitas Juventus vs Inter Milan
-
Adu Kekayaan Komjen Suyudi Ario Seto dan Komjen Dedi Prasetyo, 2 Calon Kapolri Baru Pilihan Prabowo
-
5 Transfer Pemain yang Tak Pernah Diduga Tapi Terjadi di Indonesia
-
Foto AI Tak Senonoh Punggawa Timnas Indonesia Bikin Gerah: Fans Kreatif Atau Pelecehan Digital?
-
Derby Manchester Dalam 3 Menit: Sejarah, Drama, dan Persaingan Abadi di Premier League
Terkini
-
BRI Gandeng Medco E&P Beri Akses Tak Terbatas ke Pelaku Usaha Kecil
-
Sungai Brantas Mau Bebas Sampah Popok? Inovasi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Harapan Baru
-
Libur Panjang Maulid Nabi 2025? BRImo Solusi Liburanmu
-
BRI Beri Apresiasi, Direksi Kunjungi Nasabah di Berbagai Daerah pada Hari Pelanggan Nasional
-
Bantuan Modal BRI Ubah Nasib Warung Pecel Sederhana Jadi Kuliner Legendaris di Kota Batu