Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Selasa, 31 Agustus 2021 | 23:37 WIB
Danau Laet tempat wisata di Sanggau yang menawarkan beragam spot menarik untuk wisatawan milenial. Ada spot swa foto, wahana bermain air, home stay, menelusuri kebun bakau. (Foto FB Danau Laet)

Bagi pengunjung yang ingin mencicipi buah langsung, bisa melihat kondisi musim buah tiba. Harga yang ditawarkan cukup murah. Jika biasa di kota harga tiap buah Rp50 ribu, di sekitar Danau Laet hanya Rp5 ribu.

Begitu pun potensi di dalam danau. Jika musim air pasang, sejumlah kelompok nelayan, 5-10 orang, secara swadaya memasang jermal. Alat tangkap ikan yang mengandalkan pasang surut air. Jermal merupakan perpaduan antara sero dan bagan tancap.

"Jika beruntung, satu bagan jermal bisa menghasilkan ikan satu ton lebih," jelas Nikodemus, nelayan setempat.

Danau Laet tempat wisata di Sanggau yang menawarkan beragam spot menarik untuk wisatawan milenial. Ada spot swafoto, wahana bermain air, home stay, menelusuri kebun bakau [Foto FB Danau Laet]

Danau Laet Menyasar Pengunjung Milenial

Baca Juga: Jalan-jalan ke Kalimantan Barat? Ini Lima Hidangan yang Pantang Terlewat

Pada 2016, Anselmus gencar menawarkan promosi pengembangan Danau Laet menjadi ekowisata.

Silih berganti pergantian kepala daerah, keinginan menjadikan Danau Laet sebagai lokasi ekowisata, tak kunjung terealisasi.

Anselmus tak patah arang. Dia memutuskan berjuang secara mandiri. Menyasar wisatawan milenial, jadilah tempat wisata di Danau Laet seperti sekarang.

Ia menggunakan dana sendiri untuk menghidupkan Danau Laet.

"Bila ditotalkan, ada setengah miliar. Baru saya sadar, membangun ternyata mahal juga, ya?" tanya Anselmus, sembari tertawa kecil.

Baca Juga: Bus Listrik MAB Karya Putra Bangsa, Diharapkan Bisa Mengilhami Anak Sekolah

Anas, Landscape Manager Muller Shcwaner Arabela (MSA), WWF Indonesia, ketika diminta pendapatnya tentang karakter wisatawan milenial menjelaskan, karakter wisatawan milenial adalah mereka yang gemar mencari pengalaman baru. Termasuk wisata petualangan, eksplorasi, dan perjalanan darat atau road trip.

Mereka cenderung spontan. Tak terlalu banyak waktu untuk perencanaan, dan percaya pada ulasan-ulasan destinasi wisata di internet, terutama media sosial. Maka, tak heran kalau travel blogger menjadi kiblatnya.

Perilaku ini berkembang menjadi tren dan kian menular. Yang tak kalah menarik, rata-rata para wisatawan milenial menyatakan mereka mencari pengalaman wisata unik, baru, otentik, dan personal.

Jika yang sudah diperjuangkan oleh Anselmus, bagaimana kegigihan ingin mengubah status daerah yang terisolir dan tertinggal, ternyata tidak harus melulu menunggu modal pembangunan untuk infrastruktur.

"Tetapi modal nyali, bagaimana menuangkan ide gila. Berani berinvestasi dan menata konsep wisata dan pengorganisasian yang baik, menjadi kunci utama dalam memajukan dunia pariwisata di daerah," jelas Anas.

Load More