Scroll untuk membaca artikel
Bella
Sabtu, 16 April 2022 | 08:00 WIB
Ilustrasi SPBU

SuaraKalbar.id - Baru-baru ini pemerintah berencana melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite dan solar.

Rencana tersebut dinilai pengamat BUMN Herry Gunawan tidak berada pada momen yan tepat di tengah melonjaknya harga kebutuhan pokok menjelang Idul fitri.

"Momennya tidak tepat. Beban masyarakat sedang tinggi-tingginya. Pendapatan masyarakat juga tidak mengalami kenaikan. Apalagi ini masyarakat baru selesai melewati masa COVID-19," katanya di Jakarta, Jumat.

Gunawan melanjutkan, di sisi lain, bisa dipahami bahwa beban yang harus ditanggung pemerintah untuk subsidi BBM cukup besar. Terlebih di tengah kenaikan harga minyak dunia akibat konflik Rusia-Ukrania. Apalagi terjadi disparitas antara harga jual dengan harga keekonomian.

Baca Juga: 10 Jam Polisi Mengendap untuk Menangkap Truk Pengangkut BBM Bersubsidi

“Memang harga jual Pertalite saat ini masih terlalu jauh dibandingkan harga keekonomian. Tapi ini persoalan momentum,” kataya.

Seperti diketahui Pertalite dan Biosolar merupakan produk subsidi. Jadi kewenangan penentuan harga adalah pada pemerintah, bukan Pertamina.

Selama ini subsidi pemerintah ke Pertalite dan solar cukup besar, namun demikian harus juga dipikirkan kondisi psikologis masyarakat.

"Jadi, bukan hanya persoalan rasionalitas. Karena jika berpikir persoalan rasionalitas tentang kenaikan harga, makanya bisa dilakukan melalui Pertamax nonsubsidi. Dan kenaikan tersebut sudah dilakukan," jelas Gunawan.

Gunawan berpendapat, belum lagi kondisi kenaikan harga komoditas sandang dan pangan menjelang lebaran akan mengakibatkan masyarakat harus mengeluarkan biaya lebih besar.

Baca Juga: Satu SPBU di Singkawang Diduga Lakukan Kecurangan, Petugas Kemetrologian Diminta Kalibrasi Ulang

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah memang seharusnya meredam rencana kenaikan Pertalite dan solar dulu. Jika nanti habis Lebaran kondisinya sudah membaik dan lebih stabil, di situlah momentumnya.

“Kontribusi pengeluaran dari konsumsi rumah tangga sekitar 58 persen. Kalau konsumsi rumah tangganya ditekan dengan berbagai kenaikan ini bisa berdampak terhadap daya beli masyarakat,” pungkasnya.

Load More