Bella
Jum'at, 25 Juli 2025 | 08:26 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual [freepik.com]

SuaraKalbar.id - Peringatan Hari Anak Nasional yang jatuh setiap 23 Juli seharusnya menjadi momen penuh harapan bagi masa depan generasi muda Indonesia.

Namun, di Kalimantan Barat, perayaan tahun ini dibayangi oleh kenyataan pahit, ratusan anak masih menjadi korban kekerasan, terutama kekerasan seksual.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Aplikasi Simfoni PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak), sepanjang Januari hingga Juni 2025 tercatat sebanyak 128 anak menjadi korban kekerasan di wilayah Kalimantan Barat.

Ironisnya, kekerasan seksual menempati porsi terbesar, dengan 94 kasus atau sekitar 73 persen dari total kejadian.

Sisanya mencakup kekerasan fisik (11 kasus), kekerasan psikis (2 kasus), eksploitasi anak (5 kasus), dan perdagangan anak (trafficking) sebanyak 2 kasus.

Tidak ditemukan laporan terkait penelantaran anak dalam periode ini.

Sambas menjadi kabupaten dengan jumlah kasus tertinggi, yakni 23 kasus, disusul oleh Ketapang dan Bengkayang yang masing-masing mencatat 16 kasus.

Kabupaten Kubu Raya (15 kasus) dan Mempawah (12 kasus) juga masuk dalam lima besar. Sementara itu, Kayong Utara dan Melawi tercatat nihil kasus kekerasan anak.

Jika dilihat dari kelompok usia, korban didominasi oleh anak usia 13–17 tahun sebanyak 91 anak, diikuti usia 6–12 tahun (30 anak), dan usia di bawah 6 tahun sebanyak 24 anak.

Baca Juga: Bejat! Pria di Kubu Raya Tega Perkosa Tetangga

Hal ini menunjukkan bahwa remaja masih menjadi kelompok paling rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan.

Lebih memprihatinkan lagi, lingkungan yang seharusnya menjadi tempat paling aman justru menjadi lokasi terbanyak terjadinya kekerasan. Sebanyak 68 kasus terjadi di lingkungan rumah tangga, 43 kasus terjadi di sekolah, 14 kasus di tempat umum, dan 2 kasus di tempat kerja. Tidak ada laporan kasus dari lembaga pendidikan nonformal.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Barat, Herkulana, menyatakan pihaknya terus memperkuat langkah-langkah pencegahan dan penanganan secara menyeluruh.

"Pendekatan kami tidak hanya kuratif, tetapi juga preventif. Anak-anak harus merasa aman, baik di rumah maupun di sekolah. Itulah yang terus kami perjuangkan," ujar Herkulana pada Kamis (24/7).

Beberapa langkah konkret yang telah dijalankan DPPPA Kalbar antara lain:

  • Edukasi parenting kepada orang tua melalui kelas-kelas di sekolah.
  • Sosialisasi langsung kepada anak-anak tentang hak-hak mereka dan cara melindungi diri dari kekerasan.
  • Pembentukan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak, serta pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak di seluruh Kalbar.
  • Kolaborasi lintas daerah dalam pembentukan Sekolah Ramah Anak dan Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
  • Pelatihan guru, termasuk di sekolah inklusif, untuk memperkuat pemahaman tentang penanganan dan pencegahan kekerasan anak.

Untuk penanganan korban, DPPPA Kalbar juga menyediakan layanan pendampingan psikologis, termasuk assessment dan perawatan (treatment) oleh psikolog klinis guna memastikan pemulihan holistik bagi anak-anak korban.

Load More