“Kami para pengusaha merasa resah, bukan hanya karena perang dagang AS–China, tapi juga berbagai hambatan lain. Mulai dari ketidakpastian usaha dan hukum, maraknya impor barang legal maupun ilegal, hingga regulasi yang saling tumpang tindih dan tidak sinkron,” ujar Ning.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti persoalan perizinan yang berbelit dan sering kali molor dari waktu yang dijanjikan, masalah ketenagakerjaan yang dipolitisasi, aksi demonstrasi yang berkepanjangan, hingga beban logistik akibat pungutan liar dan premanisme.
“Kami juga menghadapi pungutan liar dan premanisme yang marak dan dilakukan terang-terangan. Di sektor logistik, biaya-biaya tak resmi di tiap tikungan membuat usaha kami tidak kompetitif karena beban biaya yang tinggi,” kata Ning.
“Kami butuh aturan main yang jelas. Jangan terus-terusan pelaku usaha lokal jadi korban eksperimen kebijakan,” tegasnya.
Baca Juga: Kalbar Gebrak Pasar Malaysia! Siap Ekspor 1.000 Ton Beras Premium Tahun Ini
Meski demikian, Prof. Rina melihat adanya peluang strategis bagi Jawa Barat melalui relokasi rantai pasok global. Rencana pemindahan pabrik otomotif ke Jawa Barat menjadi sinyal positif.
Apalagi dengan basis industri manufaktur yang kuat dan beragam, seperti otomotif, elektronik, tekstil, agro-pangan, hingga farmasi.
Konektivitas antara industri, universitas, dan pusat riset dinilai bisa menjadi kekuatan utama dalam membangun ekosistem inovasi yang mampu mendorong daya saing daerah.
Strategi yang kini diusulkan meliputi pengendalian impor dan peningkatan kandungan lokal.
Mohammad Faisal menekankan bahwa pengendalian impor harus dilihat sebagai upaya mempertahankan kedaulatan pasar domestik, bukan proteksionisme semata.
Baca Juga: BRI Ungkap Strategi Jitu Hadapi Krisis Global: UMKM Jadi Kunci!
Beberapa sektor seperti kosmetik, baja, dan semen telah menunjukkan hasil positif setelah menerapkan mekanisme verifikasi impor.
Penguatan komponen lokal juga dinilai krusial. Contohnya, industri elektronik yang berhasil meningkatkan produksi Handphone, Komputer, dan Tablet dari hanya 0,1 juta unit pada 2013 menjadi 88,8 juta unit pada 2019, sementara impor menurun drastis dari 62 juta menjadi 4,2 juta unit.
Skema Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi salah satu instrumen penting untuk memberikan insentif kepada investor serta memperkuat fondasi industri nasional.
"Di tengah ketidakpastian ekonomi global, penguatan ekonomi domestik bukan lagi pilihan tetapi keharusan," tegas Mohammad Faisal.
Berita Terkait
-
Kalbar Gebrak Pasar Malaysia! Siap Ekspor 1.000 Ton Beras Premium Tahun Ini
-
BRI Ungkap Strategi Jitu Hadapi Krisis Global: UMKM Jadi Kunci!
-
BRI Kucurkan Pembiayaan Rp632,22 T Bagi Segmen Mikro, Dorong Pemerataan Ekonomi Nasional
-
UMKM Indonesia Tembus Pasar Internasional Lewat FHA-Food & Beverage 2025, Berkat Dukungan BRI
-
Desa Wunut Bagikan THR dan Jaminan Sosial, Bukti Nyata Inovasi Desa Berkat Program BRI
Terpopuler
- Pencipta Lagu Tagih Royalti ke Penyanyi, Armand Maulana: Padahal Dulunya Memohon Dinyanyikan
- Beda Timnas Indonesia dengan China di Mata Pemain Argentina: Mereka Tim yang Buruk
- Riko Simanjuntak Dikeroyok Pemain Persija, Bajunya Hampir Dibuka
- Simon Tahamata Kasih Peringatan Program Naturalisasi Pemain Timnas Indonesia Terancam Gagal
- Ketegaran Najwa Shihab Antar Kepergian Suami Tuai Sorotan: Netizen Sebut Belum Sadar seperti Mimpi
Pilihan
-
Cinta Tak Berbalas! Ciro Alves Ingin Bertahan, Tapi Persib Diam
-
Kronologis Anak Kepsek di Bekasi Pukul Siswa SMP Gegara Kritik Dana PIP
-
LG Mundur, Danantara Investasi di Proyek Baterai Kendaraan Listrik Bareng CATL
-
Profil Pembeli SPBU Shell di Seluruh Indonesia: Citadel dan Sefas
-
Bareskrim Nyatakan Ijazah SMA dan Kuliah Asli, Jokowi: Ya Memang Asli
Terkini
-
Gereja IFLC di Sungai Raya Terbakar, 5 Unit Damkar Dikerahkan
-
Warga Pontianak Rela Antre di Pasar Murah, Ini Daftar 3 Kecamatan yang Bakal dapat Giliran Besok!
-
Industri Ekspor Jawa Barat Tertekan, Pelaku Usaha Desak Solusi Konkret Hadapi Gempuran Tarif AS
-
10 Kampus Favorit di Kalimantan Barat, Ternyata Tak Cuma Ada di Pontianak!
-
Harga Emas Meroket! Ada yang Melonjak Hingga Rp1,9 Juta per Gram, Ini Daftar Lengkapnya