SuaraKalbar.id - Sejumlah organisasi profesi jurnalis dan media di Kalimantan Barat bersatu dalam aksi damai menolak revisi atau Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran. Aksi ini diikuti oleh berbagai organisasi jurnalis seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) Pontianak, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Kalbar.
"Aksi ini melibatkan berbagai organisasi jurnalis seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI) Pontianak, dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Kalbar," kata Yuniardi, Koordinator Aksi yang juga Ketua IJTI Kalbar.
Selain itu, aksi ini juga diikuti oleh Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Ikatan Wartawan Online, Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ), Forum Jurnalis Perempuan (FJP) Indonesia, Jaringan Perempuan Khatulistiwa (JPK), Aliansi Mahasiswa Jurnalistik IAIN Pontianak, serta sejumlah organisasi pers lainnya.
Penolakan ini dipicu oleh revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 yang tengah dibahas oleh Anggota DPR RI.
Baca Juga:Bandara Supadio Tambah 17 Penerbangan untuk 2.593 Calon Haji Kalbar
"Kami tidak ingin kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi masyarakat dirampas oleh RUU tersebut," ujar Hamdan Darsani, Sekretaris AJI Pontianak.
Aksi ini, menurut Hamdan, merupakan bagian dari gerakan nasional oleh seluruh pengurus AJI se-Indonesia yang bekerja sama dengan organisasi profesi jurnalis dan media lainnya di setiap daerah.
Salah satu kekhawatiran utama terkait revisi ini adalah perluasan definisi yang mencakup platform digital penyiaran.
"UU Penyiaran 2002 hanya mengatur Lembaga Penyiaran, namun draf revisi UU Penyiaran versi Maret 2024 menambahkan subjek hukum baru berupa platform digital penyiaran," jelas Hamdan.
Perluasan ini dikhawatirkan akan mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di platform digital, terutama dengan munculnya banyak media alternatif baru.
Baca Juga:16 Bocah di Pontianak Digerebek Warga saat Asik Pesta Hisap Lem dan Sabu
Selain itu, draf RUU Penyiaran yang tengah dibahas di Badan Legislasi DPR juga mengandung perubahan kontroversial, seperti penghapusan Pasal 6 ayat 2 UU No.32/2002 yang menyatakan bahwa negara menguasai spektrum frekuensi radio untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Penghapusan Pasal 18 yang membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, juga menjadi sorotan. Pembatasan kepemilikan silang dan pengaturan jumlah serta wilayah siaran lokal, nasional, dan regional pun turut dihapus dalam draf revisi ini.
Hamdan menambahkan, aksi damai ini menunjukkan solidaritas dan kepedulian komunitas jurnalis terhadap ancaman yang dapat menghambat kemerdekaan pers dan ekspresi.
"Kami menyerukan agar revisi UU Penyiaran mempertimbangkan kepentingan semua pihak terkait demi menjaga prinsip-prinsip demokrasi," tutup Hamdan.