SuaraKalbar.id - Tato telah menjadi bagian dari ekspresi manusia selama ribuan tahun, membawa cerita, identitas, dan makna mendalam bagi pemakainya.
Salah satu motif yang kerap mencuri perhatian adalah tato bunga terong, sebuah desain yang sering dikaitkan dengan budaya suku Dayak di Kalimantan.
Meski sederhana dalam bentuknya, tato ini menyimpan kekayaan simbolisme dan sejarah yang terus relevan hingga hari ini.
Namun, popularitasnya juga memunculkan pertanyaan: siapa yang berhak menggunakannya, dan apa arti sebenarnya di balik motif ini?
Baca Juga:5 Senjata Tradisional Suku Dayak dan Sejarahnya
Asal-Usul Tato Bunga Terong dalam Budaya Dayak
Bunga terong, atau yang dalam bahasa ilmiah dikenal sebagai Solanum torvum, adalah tanaman yang biasa ditemukan di berbagai wilayah tropis, termasuk Indonesia.
Dalam tradisi suku Dayak, motif bunga terong tidak hanya sekadar hiasan estetis.
Tato ini sering digambarkan dengan kelopak yang simetris dan garis-garis tegas, melambangkan keberanian, kekuatan, dan perlindungan.
Bagi masyarakat Dayak, tato adalah bagian dari ritus perjalanan hidup—mulai dari tanda kedewasaan, prestasi dalam peperangan, hingga perlindungan spiritual dari roh jahat.
Secara historis, seni tato Dayak atau pantak dilakukan dengan teknik tradisional menggunakan duri atau jarum dari alam, di mana tinta dibuat dari campuran jelaga dan bahan alami lainnya.
Baca Juga:Sejarah dan Asal-Usul Suku Dayak: Jejak Leluhur di Kalimantan
Motif bunga terong menjadi salah satu desain klasik yang diwariskan turun-temurun, mencerminkan hubungan erat antara manusia dan alam.