SuaraKalbar.id - Kali ini, akan dikupas mengenai Ibu Kota Kalimantan Barat (Kalbar) yakni Pontianak. Belum banyak yang tahu mengenai asal usul Pontianak.
Beragam mitos mengenai awal berdirinya Kota Pontianak beredar. Ibu Kota Kalimantan Barat tersebut dijuluki sebagai Kota Khatulistiwa sebab dilalui garis lintang nol derajat bumi.
Untuk menandai julukan tersebut, di Pontianak juga dibangun Tugu Khatulistiwa di Kota Siantan.
Mengutip dari situs resmi pemerintah Kota Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Rajab 1185 H).
Pembangunan kota yang juga populer dengan sebutan 'Khun Tien' ini ditandai dengan pembukaan lahan, membuat balai desa, dan rumah tinggal di persimpangan Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Kapuas Besar.
Selanjutnya pada tahun 1778 (1192 H), Syarif diangkat menjadi Sultan Pontianak pertama. Untuk menandai kekuasaan saat kepemimpinannya, Syarif lantas membangun sebuah masjid bernama Masjid Sultan Syarif Abdurrahman dan Istana Kadariah yang berlokasi di Kelurahan Dalam Bugis, Pontianak Timur.
Adapun beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Sultan Pontianak ialah:
- Syarif Abdurrahman Alkadrie memerintah dari tahun 1771-1808
- Syarif Kasim Alkadrie memerintah dari tahun 1808-1819
- Syarif Osman Alkadrie memerintah dari tahun 1819-1855
- Syarif Hamid Alkadrie memerintah dari tahun 1855-1872
- Syarif Yusuf Alkadrie memerintah dari tahun 1872-1895
- Syarif Muhammad Alkadrie memerintah dari tahun 1895-1944
- Syarif Thaha Alkadrie memerintah dari tahun 1944-1945
- Syarif Hamid Alkadrie memerintah dari tahun 1945-1950
Kedatangan Belanda
Asal usul Pontianak, Ibu Kota Kalimantan Barat juga diterangkan oleh V.J Verth seorang penulis buku sejarah 'Borneos Wester Afdeling',
Baca Juga: Geger Penyakit Aneh Serang Warga Pontianak, Ternyata Mereka Kena Kudis
Dia menjelaskan Belanda masuk ke Pontianak pada tahun 1194 (1773 Masehi) dari Batavia. Kemudian, putra ulama dari Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie yakni Syarif Abdurrahman atau Al Habib Husin lantas meninggalkan kerajaannya dan memilih untuk merantau ke Banjarmasin.
Di Banjarmasin, Syarif menikah dengan adik Sultan Banjar, Sunan Nata Alam dan menjabat sebagai pangeran. Dengan kemampuan berdagang yang mumpuni, Syarif berhasil mengumpulkan modal untuk mempersenjatai kapal pelancang dan kapal miliknya untuk melawan Belanda.
Dibantu Sultan Pasir, Syarif akhirnya berhasil membajak kapal milik Belanda di Bangka, lalu kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Pasir.
Setelah berhasil memukul mundur Belanda, Syarif mendirikan pemukiman di Sungai Kapuas. Di sana, ia menemukan cabang dari Sungai Landak lalu mengembangkannay menjadi pusat perdagangan yang maju. Selanjutnya kawasan ini dikenal dengan nama Pontianak.
Itulah asal usul Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. (Lolita Valda Claudia)
Berita Terkait
Terpopuler
- Kata-kata Elkan Baggott Curhat ke Jordi Amat: Saat Ini Kan Saya...
- Kata-kata Ivar Jenner Usai Tak Dipanggil Patrick Kluivert ke Timnas Indonesia
- 3 Pemain Keturunan yang Menunggu Diperkenalkan PSSI usai Mauro Zijlstra
- Usai Kena OTT KPK, Beredar Foto Immanuel Ebenezer Terbaring Dengan Alat Bantu Medis
- Tangis Pecah di TV! Lisa Mariana Mohon Ampun ke Istri RK: Bu Cinta, Maaf, Lisa Juga Seorang Istri...
Pilihan
-
5 Fakta Kekalahan Memalukan Manchester City dari Spurs: Rekor 850 Gol Tottenham
-
Rapper Melly Mike Tiba di Riau, Siap Guncang Penutupan Pacu Jalur 2025
-
Hasil Super League: 10 Pemain Persija Jakarta Tahan Malut United 1-1 di JIS
-
7 Rekomendasi HP 2 Jutaan dengan Spesifikasi Premium Pilihan Terbaik Agustus 2025
-
Puluhan Siswa SD di Riau Keracunan MBG: Makanan Basi, Murid Muntah-muntah
Terkini
-
Euromoney Awards for Excellence 2025 Apresiasi BRI dengan 3 Penghargaan Prestisius
-
BRI Taipei Branch Diresmikan: Layanan Perbankan Praktis untuk PMI di Taiwan
-
BRI Permudah Akses Hunian, Tawarkan Suku Bunga KPR 2,40% di Expo Bandung 2025
-
Peringati Kemerdekaan, BRI Tunjukkan 8 Langkah Nyata Perkuat Kesejahteraan dan Kemandirian Bangsa
-
BRI Bina Pengusaha Muda, Gulalibooks Menembus Pasar Literasi Anak Asia Tenggara