SuaraKalbar.id - Ali Anyang pejuang Kalimantan Barat (Kalbar) yang membuat kalang kabut kompeni Belanda. Ali Anyang merupakan pahlawan nasional, putra Suku Dayak.
Ali Anyang memiliki nama lengkap Mohammad Ali Anyang. Namanya mungkin masih terdengar asing, namun jasanya terhadap bangsa Indonesia merupakan hal yang tak pernah bisa dilupakan.
Ali Anyang lahir pada 20 Oktober 1920 dan wafat pada 7 April 1970. Ia adalah salah seorang pejuang yang berasal dari Kalimantan Barat.
Dilansir dari berbagai sumber, ia salah satu sosok yang membuat Belanda gentar dan jengkel. Tentara Belanda sering dibuat repot oleh perlawanannya.
Baca Juga: Gaet Pelancong, Naik Dango Dibidik Jadi Agenda Wisata Tahunan Singkawang
Pada Oktober 1946, Belanda membuat semacam sayembara. Bagi siapa pun yang dapat menangkan Ali Anyang dalam keadaan hidup atau mati, Belanda menyiapkan upeti sebesar 25.000 Gulden.
Pada 8 Oktober 1946, Belanda memang dibuat kalang kabut. Mereka kecolongan oleh Laskar Republik pimpinan Ali Anyang yang menyerbu tangsi militer di Bengkayang.
Bengkayang pun berhasil direbut dan mereka mengibarkan bendera merah putih sembari mengumandangkan Indonesia raya di sana. Sayembara yang dibuat oleh Belanda pun tidak ada gunanya.
Ali Anyang masih terus berkeliaran dan melakukan perlawanan terhadap Belanda. Pada 10 Januari 1949, tangsi militer di Sambas pun menjadi target penyerangan Ali Anyang dan teman-temannya.
Namun, Ali Anyang bukanlah seorang tentara. Ia awalnya berprofesi sebagai seorang perawat. Ia adalah putra asli keturunan Suku Dayak yang sejak usia 8 tahun diadopsi oleh bangsawan asal Jawa, Raden Mas Suadi Djoyomihardjo.
Baca Juga: Zona Merah, Ruang Isolasi Covid-19 di Bengkayang Penuh
Keluarga angkat ini merupakan pemeluk Islam yang taat. Awalnya, Anyang tidak memeluk Islam, tetapi lambat laun, ia pun mengikuti keluarga angkatnya memeluk agama Islam. Namanya pun berganti dari Ali Anjang menjadi Mohammad Ali Anyang.
Karena diadopsi keluarga bangsawan, Ali Anyang pun dapat menempuh sekolah bergengsi di Pontianak, Kalimantan Barat.
Sekolah ini memang dikhususkan untuk anak dari keluarga bangsawan, pejabat, dan pemerintah kolonial. Begitu memasuki usia remaja, Ali Anyang bercita-cita ingin menjadi seorang tenaga medis.
Ia memang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap orang-orang papa. Dia sering membantu orang-orang yang sakit dan sulit mendapat pertolongan medis.
Cita-cita Ali Anyang disambut baik oleh ayah angkatnya. Ia pun melanjutkan sekolah ke Sekolah Juru Rawat Medis di Semarang, Jawa Tengah. Setelah lulus dan resmi menjadi perawat medis, ia sempat bekerja di Rumah Sakit Umum Semarang dan Rumah Sakit Umum Sui Jawi, Pontianak.
Namun, kedatangan Belanda membuat jalan Ali Anyang berubah. Ia menjadi pejuang tangguh yang melawan pasukan Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Ali terlibat aktif dalam pembentukan Panitia Penyongsong Republik Indonesia (PPRI).
Organisasi didirikan oleh pemuda di seluruh Indonesia untuk menyambut dna menjaga kemerdekaan Indonesia. Ali pun ditunjuk sebagai perwakilan dari Kalimantan Barat, tepatnya Pontianak. Perlawanan Ali dimulai saat penggempuran markas dan gudang peluru Belanda pada 12 November 1945.
Usai perang kemerdekaan, Ali menikah dengan Siti Hajir, seorang perempuan asal Sambas. Mereka hidup secara nomaden karena tugasnya sebagai seorang perawat.
Ia pernah tinggal di Ciawi, Indramayu, Banjarmasin, Cililitan, dan kemudian kembali ke Kalimantan Barat. Ia dikaruniai delapan orang anak. Untuk mengenang jasanya, dibangun monumen Ali Anyang di simpang tiga jalan Trans Borneo Km-5 Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Untuk mengenang kepahlawanan sosok Ali Anyang, dibangun Tugu Ali Anyang di Ambawang, Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Itulah biografi Ali Anyang pejuang Kalimantan Barat yang membuat repot kompeni Belanda.
Kontributor : Sekar Jati
Berita Terkait
-
16 Tokoh Bakal Sabet Gelar Pahlawan Nasional dari Prabowo, Siapa Saja Nama-namanya?
-
Profil Margono Djojohadikoesoemo: Kakek Prabowo Dicalonkan Jadi Pahlawan Nasional
-
Daftar Pahlawan Nasional dari Muhammadiyah, Ada Kakek Anies Baswedan hingga Lafran Pane Pendiri HMI!
-
Rekam Jejak Buya Syafii Maarif, Jurnalis yang Jadi Ketum PP Muhammadiyah dan Disebut Layak Jadi Pahlawan Nasional
-
Putri Pahlawan Kusumah Atmadja di Usia Senja: Hidup Sendiri, Tinggal di Kontrakan
Tag
Terpopuler
- Keponakan Megawati jadi Tersangka Kasus Judol Komdigi, PDIP: Kasus Alwin Jabarti Kiemas Contoh Nyata Politisasi Hukum
- Ngaku SMA di Singapura, Cuitan Lawas Chilli Pari Sebut Gibran Cuma SMA di Solo: Itulah Fufufafa..
- Hukum Tiup Lilin Dalam Islam, Teganya Geni Faruk Langsung Padamkan Lilin Ultah saat Akan Ditiup Ameena
- Kevin Diks: Itu Adalah Ide yang Buruk...
- Sebut Jakarta Bakal Kembali Dipimpin PDIP, Rocky Gerung: Jokowi Dibuat Tak Berdaya
Pilihan
-
Uji Tabrak Gagal Raih Bintang, Standar Keamanan Citroen C3 Aircross Mengkhawatirkan
-
Erick Thohir Sebut Aturan Kredit Pembiayaan Rumah Ribet, Target Prabowo Dibawa-bawa
-
Hore! Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 10% Sepanjang Libur Nataru
-
Broto Wijayanto, Inspirator di Balik Inklusivitas Komunitas Bawayang
-
Bye-Bye Jari Bertinta! 5 Tips Cepat Bersihkan Jari Setelah Nyoblos
Terkini
-
Kecelakaan Tragis di Jalan Trans Kalimantan: Seorang Pengendara Motor Tewas di Tempat
-
Aston Pontianak Ajak Masyarakat Meriahkan Pilkada Serentak dengan Promo Menarik dan Tantangan Kreatif
-
Banjir Kembali Rendam Desa Darit Landak, Ketinggian Air Capai 80 Centimeter
-
Ngeri! Ngaku Lihat Pria Lain di Kamar Istri, Suami di Kalbar Ngamuk Bacok 3 Orang
-
Dirut BRI Dinobatkan Sebagai The Best CEO untuk Most Expansive Sustainable Financing Activities