SuaraKalbar.id - Tes COVID-19 jadi ladang bisnis merugikan rakyat miskin atau masyarakat menengah ke bawah. Mereka tidak dapat akses tes COVID-19 karena berbiaya mahal.
Hal itu dikritik Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman. Pemeriksaan Covid-19 yang ditawarkan klinik menimbulkan permainan harga merupakan hal yang sudah diprediksi sejak awal.
"Ini sudah diprediksi sejak awal ketika testing tidak difasilitasi, tidak disediakan akan jadi ladang bisnis. Ini jelas," ujarnya saat dihubungi, Senin kemarin.
Dicky melanjutkan, pihak yang diuntungkan denga pemeriksaan tes ini hanya kelompok tertentu saja. Sedangkan masyarakat secara keseluruhan terutama menengah ke bawah akan dirugikan.
Sebab, dia melanjutkan, ketika berbicara mengenai biaya, kondisi saat ini saja membuat mereka terpuruk secara ekonomi.
"Kemudian tes-tes yang harus bayar juga menjadi beban tersendiri buat mereka," katanya.
Ia mencontohkan, banyaknya biaya tes ini memicu protes di Madura karena harus bayar dengan jumlah tidak sedikit. Selain itu, dia menambahkan, besarnya biaya pemeriksaan Covid-19 membuat cakupan testing Indonesia tidak akan meningkat.
"Makanya testing Indonesia terendah diantara negara-negara Asean seperti Thailand, Malaysia, Singapura. Indonesia di bawah 100 per 1.000 penduduk per pekan," ucapnnya.
Dicky melanjutkan, Singapura dengan jumlah penduduknya lebih sedikit dibandingkan Indonesia sudah menembus pemeriksaan 1.000 per 1.000 penduduk.
Baca Juga: Kantor WFH 100 Persen karena COVID-19 Ugal-ugalan, Usulan Epidemiolog UI
Rendahnya pemeriksaan ini diakui akhirnya mempengaruhi bagaimana respons pengendalian dan status kualitas pengendalian pandemi.
"Karena testing kan penting. Kalau tidak dirubah, cakupan testing begitu aja," ucapnya.
Dicky juga mengkritik Indonesia yang minim monitoring tes Covid-19.
Menurutnya, jangankan yang di masyarakat, tes di bandara yang dekat dengan pemantauan dan keamanan saja bisa dipalsukan dan diadur ulang.
"Padahal, untuk menjamin keamanan pemeriksaan Covid-19 ya harus ada mekanisme monitoring yang kuat, ketat, dan quality assurance. Buat saya ini jadi PR besar," katanya.
Berita Terkait
-
Cucu Mahfud MD Jadi Korban, Pakar Sebut Keracunan MBG Bukti Kegagalan Sistemik Total
-
Krisis Keracunan MBG, Ahli Gizi Ungkap 'Cacat Fatal' di Dalam Struktur BGN
-
Tolak Perubahan PAM Jaya Jadi PT, Warga Miskin Kota: Air Hak Asasi, Bukan Komoditas!
-
Ironi! Tunjangan DPRD Kabupaten Bogor Nyaris Rp100 Juta Sebulan, 59 Ribu Anak Terancam Putus Sekolah
-
Ribuan Warga Desak Reforma Agraria di Balai Kota, JRMK: Kami Bukan Pendatang
Terpopuler
- 7 Serum Vitamin C yang Bisa Hilangkan Flek Hitam, Cocok untuk Usia 40 Tahun
- Sunscreen untuk Usia 50-an Sebaiknya SPF Berapa? Cek 5 Rekomendasi yang Layak Dicoba
- 5 Mobil Diesel Bekas Mulai 50 Jutaan Selain Isuzu Panther, Keren dan Tangguh!
- Harta Kekayaan Abdul Wahid, Gubernur Riau yang Ikut Ditangkap KPK
- 5 Mobil Eropa Bekas Mulai 50 Jutaan, Warisan Mewah dan Berkelas
Pilihan
-
Jusuf Kalla Peringatkan Lippo: Jangan Main-Main di Makassar!
-
Korban PHK Masih Sumbang Ratusan Ribu Pengangguran! Industri Pengolahan Paling Parah
-
Cuma Mampu Kurangi Pengangguran 4.000 Orang, BPS Rilis Data yang Bikin Kening Prabowo Berkerut
-
Rugi Triliunan! Emiten Grup Djarum, Blibli PHK 270 Karyawan
-
Angka Pengangguran Indonesia Tembus 7,46 Juta, Cuma Turun 4.000 Orang Setahun!
Terkini
-
BRI Pertimbangkan Buyback untuk Perkuat Nilai dan Kinerja Berkelanjutan
-
BRI Dorong Ekonomi Hijau Lewat Pameran Tanaman Hias Internasional FLOII Expo 2025
-
BRI Hadirkan Semangat Baru di USS 2025: The Name Got Shorter, The Vision Got Bigger
-
BRImo Makin Gacor, Transaksi Tembus Rp.5000 Triliun
-
KUR BRI: Bukan Sekadar Pinjaman, Tapi Katalis Ekonomi Rakyat