Scroll untuk membaca artikel
Bella
Sabtu, 10 Februari 2024 | 15:00 WIB
Dugong. [AAMP / AFP]

Pulau Gelam, ditempuh selama dua jam dari Pulau Cempedak. Pulau Cempedak adalah salah satu pulau yang kini didiami masyarakat nelayan pesisir. Cuaca saat itu agak mendung dengan gelombang yang cukup tinggi. Dari kejauhan, Pulau Gelam nampak memiliki hutan lebat dengan mangrove yang tebal.

Pasir putih juga terbetang disepanjang pesisir pantai. Perairannya jernih sehingga bisa melihat lamun secara mata telanjang: bayangan hitam di bawah permukaan laut yang bergerak mengalun ombak. Tak jauh dari pantai, tampak beberapa penyu-penyu muncul untuk mengambil nafas setelah mencari makan.

Ukurannya beragam. Ada yang besar, dan ada pula yang baru melewati usia tukik. Tidak jauh dari Pulau Gelam, terdapat sebuah tempat kecil berpasir yang disebut oleh masyarakat disana dengan Malang Duyung. Berdasarkan kesaksian nelayan yang sering melaut di Pulau Gelam, mereka sering melihat dugong disana.

“Dulu sebelum ada larangan, kalau tidak sengaja tertangkap dugong akan dimakan. Ketika sudah dilarang tidak pernah menangkap lagi. Sekarang, kalau tidak sengaja tertangkap pasti dilepas lagi,” ucapnya.

Baca Juga: Praktik Pasir Kuarsa Rempang di Pulau Kalimantan

Spanduk yang dipasang BPSPL di Pulau Cempedak. (Tim Liputan Investigasi)

Ada sebuah dogeng mengenai dugong yang terbangun di masyarakat Pulau Cempedak dan sekitarnya. Dulu, ada seorang istri nelayan yang sedang hamil dan mengidam memakan buah lamun. Sang istri menyatakan keinginannya kepada sang suami namun kala itu suami tidak sempat untuk memenuhi keinginan istrinya.

Akhirnya, sang istri seorang diri pergi untuk mencari buah lamun di sekitar pulau. Terlalu nikmat menyantap buah lamun, sang istri tidak menyadari bahwa hari semakin gelap dan air sudah semakin naik. Niat hatinya ingin pulang ke rumah, nyatanya kaki sang istri sudah berubah menjadi ekor dan akhirnya ia berubah menjadi duyung.

Maka, ada sebagian warga yang tidak ingin menyakiti duyung karena dulu merupakan bagian dari masyarakat setempat. Namun, seiring dengan waktu duyung bahkan pernah diburu dan disantap masyarakat setempat, karena mereka meyakini cerita itu hanya mitos.

Bawa Keberuntungan

Dwi Suprapti selaku Marine Megafauna Specialist justru mengatakan bahwa suatu keberuntungan jika ada dugong di suatu daerah karena populasinya yang langka dan sedikit.

“Ada padang lamun belum tentu ada dugong, jadi ketika dugong mau residensi disana maka sebuah keberuntung untuk daerah tersebut,” ungkapnya.

Baca Juga: Modus Menggangsir Penerbitan SKT Pulau Gelam

Dengan tingkat populasi yang rendah, ternyata dugong juga merupakan salah faktor yang membantu penyuburan ekosistem lamun dari cara makan dan membuang kotorannya. Saat mencari makan, dugong akan mencangkul pasir disekitar lamun sehingga akan mengangkat nutrisi dan membuat tanah menjadi subur. Biji-biji dari lamun yang keluar dari kotoran dugong juga menjadi salah satu penyebaran bibit-bibit untuk menumbuhkan lamun baru.

Load More