Scroll untuk membaca artikel
Bella
Rabu, 12 Maret 2025 | 20:11 WIB
Ilustrasi ojek online. (Suara.com/Ema Rohimah)

Pemerintah berharap kebijakan ini dapat memberikan manfaat nyata bagi sekitar 250 ribu pengemudi dan kurir online aktif, serta 1-1,5 juta pekerja paruh waktu di sektor ini, agar mereka dapat menikmati libur dan mudik Lebaran dengan kondisi lebih baik.

Permasalahan Status Hukum Pengemudi Ojol
Namun, di balik kebijakan ini, masih terdapat dilema hukum terkait status pengemudi ojol. Hingga kini, ojek online belum mendapatkan pengakuan resmi sebagai transportasi umum dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) No. 22 Tahun 2009.

Menurut Analis Kebijakan Transportasi, Azas Tigor Nainggolan, ketidakjelasan status hukum ini membuat perusahaan aplikasi tetap menganggap pengemudi ojol sebagai mitra, bukan pekerja. Akibatnya, mereka tidak memiliki hak yang sama seperti pekerja sektor transportasi lainnya, termasuk dalam Tunjangan Hari Raya (THR).

"Masalah sesungguhnya ojek online adalah tidak adanya regulasi hukum yang mengakui mereka dalam sistem hukum transportasi nasional. Akibatnya, isu THR kepada pengemudi ojol selalu muncul setiap tahun tanpa ada kepastian," jelas Azas.

Baca Juga: Hujan Deras Sebabkan Genangan 60 Cm di Jalan Trans Kalimantan, Kendaraan Terjebak Macet Sepanjang 7 Kilometer

Ia menekankan bahwa tanpa regulasi yang jelas, pengemudi ojol tetap berada dalam posisi lemah dalam hubungan kerja dengan perusahaan aplikasi, menghadapi pemotongan komisi hingga 25%, kebijakan pemutusan mitra yang sewenang-wenang, serta tarif yang sering kali merugikan mereka.

Load More