Perubahan fungsi lahan, pembukaan hutan, serta masuknya budaya luar juga ikut menggerus nilai-nilai adat.
Meski begitu, upaya pelestarian terus berjalan. Pemerintah daerah dan komunitas adat rutin menggelar Gawai Dayak setiap tahun sebagai ajang promosi budaya.
Tokoh adat dan organisasi masyarakat juga aktif memperjuangkan pengakuan hukum atas wilayah adat dan hak tradisional.
Beberapa daerah di Kalimantan Barat telah mendirikan sekolah adat yang mengajarkan bahasa lokal, nilai adat, dan pengetahuan lingkungan.
Generasi muda Dayak juga mulai menggunakan media sosial untuk mengenalkan budaya mereka ke khalayak luas—dalam bentuk video, musik, hingga gerakan budaya digital.
Mitos Tentang Suku Dayak
Budaya Dayak tidak hanya dikenal dengan kekayaan seni dan adat istiadatnya, tetapi juga dengan beragam mitos dan kepercayaan mistis yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi.
Mitos ini menjadi bagian penting dari sistem kepercayaan tradisional dan berperan dalam membentuk identitas serta norma sosial masyarakat Dayak.
Salah satu mitos terkenal adalah tentang roh penjaga hutan atau makhluk gaib bernama Antu dan Panglima Burung.
Antu diyakini sebagai arwah leluhur atau makhluk halus yang mendiami hutan, sungai, atau tempat-tempat sakral.
Baca Juga: Kalbar Gebrak Pasar Malaysia! Siap Ekspor 1.000 Ton Beras Premium Tahun Ini
Orang Dayak percaya bahwa jika seseorang melanggar pantangan adat atau merusak alam tanpa izin, maka roh-roh ini akan marah dan mendatangkan malapetaka seperti sakit misterius atau panen gagal.
Sementara itu, Panglima Burung adalah sosok mitologis yang diyakini sebagai pelindung suku Dayak, terutama saat masa perang.
Ia digambarkan sebagai makhluk setengah manusia dan burung yang memiliki kekuatan luar biasa.
Banyak tokoh Dayak zaman dahulu yang mengaku mendapat penglihatan atau petunjuk dari Panglima Burung sebelum mengambil keputusan besar, terutama dalam peperangan antarsuku.
Kepercayaan terhadap ilmu kebal dan kekuatan mistis juga masih ditemukan di beberapa wilayah pedalaman.
Beberapa orang tua mengisahkan tentang pejuang Dayak zaman dahulu yang tidak bisa dilukai senjata karena memiliki kekuatan gaib dari leluhur.
Meski generasi muda kini hidup di era modern, banyak dari mereka yang tetap menghormati mitos-mitos ini sebagai bagian dari identitas budaya dan kearifan lokal.
Berita Terkait
-
Kalbar Gebrak Pasar Malaysia! Siap Ekspor 1.000 Ton Beras Premium Tahun Ini
-
Lebih dari Sekadar Ibadah, Begini Masyarakat Kalbar Rayakan Keberkahan Haji dengan Tradisi Lokal
-
Kabupaten Bengkayang Jadi Tuan Rumah Anugerah Pesona Indonesia 2025, Kalbar Raih 9 Nominasi
-
Cemburu Jadi Motif Penyiraman Air Keras terhadap Kabid RSJ Kalbar, Polisi Tetapkan Tiga Tersangka
-
Kalbar Siap Kirim 2.519 Jemaah Haji Tahun Ini, Berikut 10 Doa Mustajab di Tanah Suci
Terpopuler
- 5 Sepatu Running Lokal Paling Juara: Harga Murah, Performa Berani Diadu Produk Luar
- 8 Mobil Bekas Sekelas Alphard dengan Harga Lebih Murah, Pilihan Keluarga Besar
- 7 Bedak Padat yang Awet untuk Kondangan, Berkeringat Tetap Flawless
- 5 Rekomendasi Tablet dengan Slot SIM Card, Cocok untuk Pekerja Remote
- 5 Pilihan HP Snapdragon Murah RAM Besar, Harga Mulai Rp 1 Jutaan
Pilihan
-
Pertemuan Mendadak Jusuf Kalla dan Andi Sudirman di Tengah Memanasnya Konflik Lahan
-
Cerita Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Jenuh Dilatih Guardiola: Kami seperti Anjing
-
Mengejutkan! Pemain Keturunan Indonesia Han Willhoft-King Resmi Pensiun Dini
-
Kerugian Scam Tembus Rp7,3 Triliun: OJK Ingatkan Anak Muda Makin Rawan Jadi Korban!
-
Ketika Serambi Mekkah Menangis: Mengingat Kembali Era DOM di Aceh
Terkini
-
BRI Tegaskan Komitmen Dorong UMKM Naik Kelas di PRABU Expo 2025
-
Holding UMi Aktif Dampingi Pelaku Usaha Mikro Agar Naik Kelas
-
Perluas Jangkauan Kesehatan, BRI Peduli Salurkan Ratusan Unit Ambulans di Seluruh Indonesia
-
Selaras dengan Asta Cita, BRI Perkuat Ekonomi Desa Melalui Program Desa BRILiaN
-
Konsistensi BRI Salurkan BLTS, KUR, dan Dukung Program MBG hingga FLPP Wujudkan Kesejahteraan Rakyat