- Badan Gizi Nasional (BGN) mengingatkan SPPG tidak memecat relawan meskipun terdapat pengurangan jumlah penerima manfaat program MBG.
- Pengurangan penerima manfaat terjadi karena kebijakan BGN untuk menjaga kualitas, namun muncul kelebihan SPPG di beberapa wilayah.
- Honor relawan dapur kini dapat menggunakan mekanisme at cost berdasarkan bukti pengeluaran yang sah sesuai arahan BGN.
SuaraKalbar.id - Mitra, Yayasan, dan Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilarang memecat para relawan yang telah bekerja di dapur Makan Bergizi Gratis (MBG), meskipun terjadi pengurangan jumlah penerima manfaat.
Pengurangan jumlah penerima manfaat MBG adalah kebijakan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk menjaga kualitas pemenuhan gizi kepada para penerima manfaat MBG.
"Ingat ya, setiap SPPG dilarang me-layoff para relawan, karena program MBG tidak hanya sekadar untuk memberikan makanan bergizi kepada siswa, tapi juga untuk menghidupkan perekonomian masyarakat, termasuk dengan mempekerjakan 47 warga lokal di setiap SPPG," kata Wakil Kepala BGN Nanik Sudaryati Deyang dalam pengarahannya di acara Koordinasi dan Evaluasi Program MBG di Hotel Aston Cilacap, Jumat, 5 Desember 2025.
Jika semula SPPG dapat mengelola 3.500 lebih penerima manfaat, kini setiap dapur MBG itu hanya dapat mengelola 2.000 siswa penerima manfaat, dan 500 ibu hamil, ibu menyusui dan balita non PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) atau yang dikenal sebagai 3B.
"Kapasitas bisa menjadi 3.000 penerima manfaat, apabila SPPG memiliki koki terampil yang bersertifikat," ujar Direktur Sistem Pemenuhan Gizi Kedeputian Sistem dan Tata Kelola BGN Eny Indarti.
Persoalannya, di beberapa wilayah terjadi pengurangan jumlah penerima manfaat yang cukup drastis, seperti di wilayah eks Karesidenan Banyumas. Banyak SPPG dikurangi jumlah penerima manfaatnya dari 3.500 lebih hingga tinggal 1.800 orang karena munculnya SPPG baru, dengan alasan pemerataan.
"Ada temunan saya, di Kabupaten Banyumas, kuotanya hanya 154 SPPG, tapi ternyata sekarang ada 227 titik. Kok bisa…Ini jelas nggak bener, karena akan terjadi perebutan penerima manfaat,” kata Nanik.
Nanik berjanji akan menyelesaikan persoalan yang terjadi akibat munculnya SPPG-SPPG baru yang melebihi kuota, di internal BGN. Apalagi ditemukan fakta bahwa di sebuah kecamatan di Banyumas, dengan jumlah penerima manfaat hanya 16 ribu dan telah memiliki 6 SPPG, ternyata disetujui dan dibangun 5 SPPG baru lagi.
"Kalau 16 ribu dibagi 11, nanti masing-masing hanya mengelola 1.400 penerima manfaat. Gimana tuh…,” kata Ketua Pelaksana Harian Tim Koordinasi antar Kementerian/Lembaga untuk Pengelolaan MBG itu.
Meskipun terjadi pengurangan penerima manfaat secara drastis, Nanik mengingatkan bahwa pengelola SPPG tetap tidak boleh memecat para relawan dapur.
"Saya sudah mendapat solusi dari Pak Sony Sonjaya (Waka BGN bidang Sistem Tata Kelola), setelah berdiskusi semalaman dengan para pimpinan BGN, bahwa untuk honor relawan dapur bisa memakai mekanisme at cost," ujarnya.
At cost adalah system penggantian biaya yang sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah seperti kuitansi, faktur, atau tiket. Jumlah yang diganti adalah biaya riil yang telah dikeluarkan untuk pengadaan atau layanan, dan tidak termasuk margin keuntungan. Pihak yang berwenang akan memeriksa dan memverifikasi kebenaran serta kewajaran bukti pengeluaran yang diajukan.
Wakil Kepala BGN yang membidangi Investigasi dan Komunikasi Publik itu kemudian menjelaskan bahwa dalam Peraturan Presiden nomor 115 tahun 2025, penerima manfaat MBG semakin diperluas. Penerima MBG kini tak hanya siswa sekolah, siswa madrasah, dan santri, serta ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Tenaga pendidik, termasuk guru sekolah negeri, tenaga honorer, guru swasta, ustadz pesantren, maupun santri di pesantren salaf yang tidak berafiliasi dengan Kementerian Agama, kader PKK dan Posyandu juga menjadi penerima manfaat MBG.
"Ketika program MBG ini dirancang, Pak Prabowo ingin seluruh siswa bisa makan makanan bergizi agar tumbuh dan berkembang dengan baik. Jangan sampai ada anak Indonesia yang tidak bisa makan. Beliau bahkan menginginkan agar semua orang miskin, disabilitas, para lansia, anak-anak putus sekolah, anak jalanan, anak-anak pemulung, semua menjadi penerima MBG,” kata Nanik.
Berita Terkait
-
Pasca Insiden Cilincing, Mobil Pengantaran MBG Harus di Luar Pagar
-
Bupati Adalah Conductor dan Arranger Program MBG di Daerah
-
Masyarakat Lumajang Merasakan Dampak Positif Penerapan Program MBG
-
Era Baru Pengiriman MBG: Mobil Wajib di Luar Pagar, Sopir Tak Boleh Sembarangan
-
BGN Atur Ulang Jam Kerja Pengawasan MBG, Mobil Logistik Dilarang Masuk Halaman Sekolah
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Cara Memilih Warna Lipstik Sesuai Undertone Kulit agar Wajah Tampak Cerah
-
Pilihan Bedak Wardah untuk Kulit Sawo Matang agar Wajah Natural dan Tidak Abu-Abu
-
Harga Cabai Rawit di Sambas Makin Pedas, Pasokan Menipis Jadi Penyebab Utama
-
Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
-
4 Sunscreen Remaja Terbaik, Aman dan Ramah Uang Jajan