SuaraKalbar.id - Chai Kue atau Choi Pan menjadi satu di antara kuliner khas yang menjadi favorit di Kota Pontianak, maupun Singkawang, Kalimantan Barat.
Makanan yang dibuat dari lapisan kulit berwarna putih tipis, memiliki tekstur sangat lembut ini dibuat dari tepung beras dan maizena yang kenyal.
Adonan awalnya berbentuk bola besar, kemudian diambil satu genggam untuk diratakan kemudian dicetak berbentuk lingkaran.
Menurut sejarahnya, Chai Kwe merupakan hasil olahan yang dibawa oleh keturunan Tionghoa yang merantau dari Tiongkok kemudian datang dan menetap di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat.
Baca Juga:204 Personel Gabungan Amankan Perayaan Tahun Baru Imlek di Jakarta Selatan
Asal nama Chai Kue sendiri berasal dari bahasa Tiongkok, yang mana kata Chai berarti sayuran dan Kue berarti kue. Jadi, Chai Kue berarti kue yang berisi sayuran.
Deviana Salim merupakan generasi ke tiga pembuat Chai Kwe di Pontianak yang berasal dari Segedong, Kabupaten Mempawah.
Dirinya menyebut jika Choi Pan atau Chai Kwe merupakan hidangan masyarakat Tionghoa yang cukup dikenal di Kalbar.
Menurit Devina, sebelum berjualan di Kota, ia sempat berjualan keliling di kampung halamannya yakni di Segedong.
"Ini merupakan bisnis turun temurun dari nenek saya, dan saya merupakan generasi ke 3, bisnis ini sudah dimulai nenek saya sekitar puluhan tahun," katanya (30/1/2022).
Baca Juga:Berharap Pelaksanaan Imlek Lancar, Wagub Riza Minta Tidak Ada Keramaian yang Berlebihan
Menurut pengakuan Devina, awal mula Chai Kwe masuk ke Kota Pontianak memang agak susah, dikarenakan makanan ini memang makanan khas masyarakat Tionghoa.
"Memang makanan ini sepertinya di kampung cocok yang masyarakat muslim di kampung juga cocok, dengan makanan ini dan kami rasa makanan ini cocok untuk kami jual ke kota, tetapi pas sampai di kota ternyata sedikit susah untuk membuat masyarakat yang muslim percaya jika makanan ini sebenarnya halal," jelasnya.
Tapi dengan berjalannya waktu, lama kelamaan masyarakat yang beragama Islam mulai menyukai makanan ini. Hingga sedikit demi sedikit makanan ini menyebar ke berbagai kalangan masyarakat muslim di Kota Pontianak.
"Yang pertama orang masih penasaran dengan makanan ini karena pastinya mereka takut ini tidak halal atau gimana, cukup sulit pertama kali untuk memasarkan kue ini ke warga-warga muslim terutamanya. Lama-lama udah mulai digemari juga oleh masyarakat muslim, karena mereka sudah tidak asing lagi mendengar makanan chai kwe dan dijamin halal 100 persen, karena kurang familiar makanya sedikit susah untuk membuat masyarakat yang muslim terutamanya percaya bahwa makanan ini halal," paparnya.
Dirinya merasakan hampir 3 tahun terakhir makanan ini sangatlah disukai oleh kalangan masyarakat yang muslim.
"Sekitar 3 tahunan mulai berasa meningkat banget di Pontianak untuk peminat chai kwe ini tentunya dan peminatnya banyak sekali, awalnya juga mereka tetap mengira makanan ini khusus untuk masyarakat yang non muslim ya, tapi dari beberapa masyarakat yang muslim mencoba nya akhirnya orang-orang mulai suka dah digemari makanan ini," terangnya.
Devina menjelaskan, Chai Kwe mempunyai berbagai macam isian yang terbuat dari begkuang, kucai, dan juga talas, seiring dengan berjalannya waktu Chou pan mempunyai varian isian yang baru, seperti daging ayam dan juga kentang.
"Bahan-bahan semuanya halal, lebih digemari ya tetap bengkuang sama kucai dah pasti favorit," jelasnya.
Tak hanya dengan cara mulut ke mulut tetapi Deviana Salim juga memasarkan dengan cara menyebar brosur hingga ke sosial media.
"Cara mengenalkan nya seperti saya mengundang selebgram dan di media-media sosial, cetak brosur, dan juga iklan," katanya.
Selain disajikan saat perayaan hari besar seperti Imlek, Chai Kwe juga sangat cocok untuk dinikmati sembari bersantai, menyeduh segelas teh hangat.
Mohammad Adlan, mengaku sangat suka terhadap tekstur rasa khas dari Chai Kwe. Ia mengaku jatuh cinta pada kuliner yang satu ini sejak pertama kali mencicipinya saat dirinya pertama datang ke Pontianak beberapa tahun silam.
"Iya, waktu itu saya diajak istri nyobain kuliner khas di Pontianak, baru kali itu saya mencicipinya. Rasanya kenyal tapi gurih, cocok sama lidah saya yang gak suka manis," terangnya.
Meskipun itu pertama kali dirinya merasakan kuliner khas Kota Khatulistiwa itu, dia mengaku ketagihan.
"Sekarang kalau nyari cemilan sore-sore atau pengen makan apa, saya maunya chai kwe," kata Adlan.
Sebagai seorang Muslim, dia tidak merasa ragu untuk memakan kuliner khas yang berasal dari warga etnis Tionghoa itu.
"Ya kan kita cari yang halal, biasanya tempat yang jual beda. Kalo yang halal pekerjanya juga biasanya muslim. Pada pakai jilbab, yang bikin juga banyak yang muslim saya lihat. Yang jelas biasanya ada tulisan halal di spanduk depan warungnya" terang pria yang berasal dari Jawa Timur itu.
Kontributor: Rabiansyah