Mengenal Ritual Nyobeng Dayak Bidayuh, Tradisi Ucap Syukur atas Hasil Panen Hingga Prosesi Memandikan Tengkorak Kepala

Nyobeng (nibakng) adalah kegiatan ritual yang sangat sakral. Salah satu rangkaian prosesi dalam ritual adat ini adalah memandikan atau membersihkan tengkorak manusia.

Bella
Kamis, 16 Juni 2022 | 11:38 WIB
Mengenal Ritual Nyobeng Dayak Bidayuh, Tradisi Ucap Syukur atas Hasil Panen Hingga Prosesi Memandikan Tengkorak Kepala
Masyarkat Dayak Bidayuh Sebujit saat melakukan Ritual Nyobeng. (Istimewa)

SuaraKalbar.id - Masyarakat Suku Dayak Bidayuh Sebujit di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan Malaysia menggelar Ritual Nyobeng (Gawia Nibakng).

Ritual Nyobeng lebih dikenal dalam bahasa Daerah Dayak Bidayuh Sebujit dengan sebutan Gawia Nibakng.

Dalam  bahasa dayak Bidayuh Sebujit kata Nibakng secara harfiah memiliki arti memainkan Sibakng.

Sibakng sendiri merupakan alat musik pukul, sejenis gendang yang berukuran sangat panjang yang digantung dari dalam hingga keluar  dari Rumah Adat baluk.

Baca Juga:Mengenal Budaya Payung di Jepang, Bisa Menjadi Barang Milik Bersama jika Diperlakukan Seperti Ini

Nyobeng (nibakng) adalah kegiatan ritual yang sangat sakral. Salah satu rangkaian prosesi dalam ritual adat ini adalah memandikan atau membersihkan tengkorak manusia.

Tengkorak tersebut merupakan hasil mengayau, atau berburu kepala oleh nenek moyang suku Dayak Bidayuh sebagai puncak Kegiatan nyobeng ( Nibakng ).

Panitia pelaksana kegiatan Ritual Nyobeng tahun 2022 sekaligus Ketua Organisasi Masyarakat Desa Adat Sebujit, Gregorius Gunawan mengatakan ada dua pengertian Nibakng.

Pertama, Nibakng merupakan kegiatan tahunan yang paling besar sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Tipa Iyakng (dalam bahasa Sub suku Dayak Bidayuh Sebujit), atas berkat panen padi yang melimpah.

Kedua, yakni ritual untuk menghormati kepala musuh zaman dahulu kala hasil mengayau/Kayau.

Baca Juga:AMAN Minta Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto Penuhi Janji Pengakuan Tanah Masyarakat Adat

"Tetapi pada intinya adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Tipa Iyakng), atas berkat panen padi yang melimpah. Proses ritual Nyobeng ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama,  ritual di mulai di rumah Baluk dipimpin oleh ketua adat," katanya dalam rilis yang diterima, Kamis (16/6/2022).

Salah satu masyarkat Dayak Bidayuh Sebujit saat melakukan prosesi Ritual Nyobeng. (Istimewa)
Salah satu masyarkat Dayak Bidayuh Sebujit saat melakukan prosesi Ritual Nyobeng. (Istimewa)

Ritual pertama ini, lanjut Gregoris disebut dengan Paduom yang artinya memanggil atau menggundang roh-roh para leluhur untuk hadir dalam ritual Nyobeng dan sekaligus memohon izin atas ritual yang akan dilaksanakan.

Tahapan kedua adalah penyambutan tamu, dilaksanakan oleh tetua adat yang telah siap dengan berbagai sesajian dan prosesi penyambutannya.

"Kemudian dilanjutkan dengan pemotongan ayam dan anjing oleh tamu kehormatan dan dilanjutkan melemparkan telur ayam ke rombongan tamu undangan," paparnya. 

Tamu yang dilempar telur berjumlah tujuh orang yang dilakukan oleh kaum  perempuan, jika telur ayam tidak pecah, maka tamu undangan yang datang dianggap tidak tulus atau masih ragu-ragu.

Sebaliknya, jika pecah di badan berarti tamu undangan datang dengan ikhlas atau tidak ragu-ragu.

"Setelah itu tamu undangan disuguhi makanan dan minuman ringan," kata Gregorius.

Setelah rangkaian penyambutan tamu selesai, tamu undangan diberi beras kuning, beras yang dibuang kebawah untuk mahluk halus  dan beras putih yang dilempar keatas untuk Tipa Iyakng ( Tuhan Yang Maha Esa ).

Hal itu dilakukan, sembari Ketua Adat membaca doa yang kemudian rombangan tamu diantar ke rumah Adat Baluk.

Kegiatan inipun mendapat dukungan langsung dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, bersama Dinas Kebudayaan.

Pamong Budaya Ahli Madya Kemendikbud Ristek, Julianus Limbeng mengatakan, pelaksanaan Ritual Nyobeng ini merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat adat sub  suku Dayak Bidayuh Sebujit yang perlu dilestarikan.

Semangat seluruh masyarakat adat dalam pelaksanaan ritual nyobeng ini, menurutnya merupakan wujud sukur kepada Sang Pencipta Tuhan YME dan menjadi salah satu upaya pelindungan dan pelestarian budaya.

"Hal ini sejalan juga dengan tema G 20 Bidang Kebudayaan yaitu Kebudayaan untuk hidup yang berkelanjutan," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini