Isu Setoran Dana Tambang Dapat Jatuhkan Citra Polri, Masyarakat Tunggu Janji Kapolri "Memotong Kepala Ikan Busuk"

IPW mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus kasus setoran uang perlindungan pertambangan ilegal pada oknum petinggi Polri

Bella
Senin, 07 November 2022 | 14:01 WIB
Isu Setoran Dana Tambang Dapat Jatuhkan Citra Polri, Masyarakat Tunggu Janji Kapolri "Memotong Kepala Ikan Busuk"
Ismail Bolong. [Istimewa]

SuaraKalbar.id - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus mengusut kasus isu setoran dana perlindungan tambang ilegal pada oknum petinggi kepolisian.

Menurutnya, jika tidak segera ditangani, isu tersebut dapat menjatuhkan citra Polri di masyarakat.

“IPW mendesak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo membentuk tim khusus kasus setoran uang perlindungan pertambangan ilegal pada oknum petinggi Polri terkait dua video tayangan pernyataan seorang bernama Aiptu (Purn) Ismail Bolong,” kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/11/2022).

Sugeng mengatakan, video pernyataan Ismail Bolong yang menyebutkan di antaranya telah memberikan dana Rp6 miliar pada Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dalam kasus setoran pertambangan ilegal di Kalimantan Timur telah menjadi konsumsi publik.

Baca Juga:Viral Kapolri Kepergok Makan Nasi Kotak Sembari Lesehan, Warganet: Pimpinan Memberi Teladan

Kemudian muncul video Ismail Bolong yang meminta maaf dan mengaku tidak pernah bertemu Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto.

IPW menilai, video tersebut diduga keras akibat adanya tekanan pihak tertentu. Sebab, dengan adanya pembelaan diri Ismail Bolong setelah munculnya video viral bahwa anggota polisi di Polresta Samarinda tersebut diduga memberikan uang langsung ke Kabareskrim dengan total Rp6 miliar memunculkan sinyalemen saling sandera antara para jenderal nyata terjadi.

Sugeng mengungkapkan, pengakuan Ismail Bolong itu, oleh Divisi Propam Polri saat dipimpin Ferdy Sambo memang disimpan sebagai alat sandera. Hal ini menjadi nyata saat Ferdy Sambo dan kawan-kawannya “masuk jurang” dengan adanya kasus penembakan di Duren Tiga.

Sehingga, kata Sugeng, pengakuan terakhir Ismail Bolong sebagai serangan lanjutan dengan menyatakan dirinya saat itu ditekan oleh Karopaminal yang dulunya dijabat Brigjen Pol Hendra Kurniawan untuk mengakui soal uang setoran buat Kabareskrim Polri.

“Pembuatan videonya diakui dilakukan pada bulan Februari 2022,” ujar Sugeng.

Baca Juga:Heboh Isu Dana Tambang Ilegal Mengalir ke Petinggi Polri, Pengamat Desak Kapolri Usut Tuntas

Dirinya menyebutkan, polemik video Ismail Bolong menunjukkan aparatur kepolisian terutama Propam Polri yang diberikan kewenangan untuk memberantas pelanggaran anggota polisi termasuk di level jenderal tidak jalan melalui mekanisme prosedural.

Karena, kata Sugeng, dalam kasus ini harusnya Ismail Bolong diajukan ke sidang Komisi Kode Etik Polri. Dengan sebelumnya melakukan pemeriksaan terhadap semua pihak yang terlibat tidak terkecuali Kabareskrim Polri.

Tetapi hal ini tidak pernah terjadi dan kasusnya tidak pernah diajukan ke sidang etik, apalagi untuk pidananya. Karena, kasus pelanggaran ini dijadikan sandera dan saling sandera. Di samping, untuk melindungi di antara para jenderal polisi.

Padahal, lanjut Sugeng, secara nyata kasus tersebut sudah ditangani oleh Propam Polri dan Bareksrim Polri. Bahkan Kadiv Propam Polri telah mengirim surat ke Kapolri dengan nomor: R/1253/IV/WAS.2.4./2022/DIVPROPAM tanggal 7 April 2022.

Dalam surat itu dinyatakan, berdasarkan fakta-fakta di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: Huruf a. Bahwa di wilayah hukum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batu bara ilegal yang tidak dilengkapi izin usaha penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak polsek, polres, Polda Kaltim dan Bareskrim Polri karena adanya uang koordinasi dari pengusaha tambang batu bara ilegal. Selain itu, adanya kedekatan Tan Paulin dan Leny dengan PJU Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres.

Sementara di huruf b. Dinyatakan bahwa adanya kebijakan dari Kapolda Kaltim Irjen HRN untuk mengelola uang koordinasi dari pengusaha tambang batu bara ilegal di wilkum Kaltim secara satu pintu melalui Dirreskrimsus Polda Kaltim untuk dibagikan kepada Kapolda, Wakapolda, Irwasda, Dirintelkam, Dirpolairud, serta kapolres yang wilayahnya terdapat kegiatan penambangan batu bara ilegal.

Selain itu, adanya penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha tambang batu bara ilegal kepada Kombes BH (saat menjabat Kasubdit V Dittipidter Bareskrim) dan Komjen Pol AA selaku Kabareskrim Polri, uang tersebut digunakan untuk kepentingan dinas yang tidak didukung oleh anggaran.

Sedang dalam huruf c ditegaskan ditemukan cukup bukti adanya dugaan pelanggaran oleh anggota Polri terkait penambangan, pembiaran dan penerimaan uang koordinasi dari para pengusaha penambang batu bara ilegal yang bersifat terstruktur dari tingkat polsek, polres, Polda Kaltim, dan Bareskrim Polri.

Sugeng mengatakan tim khusus Polri harus meminta keterangan semua pihak, di antaranya mantan Kadivpropam Ferdi Sambo, mantan Karopaminal Hendra Kurniawan, Aiptu (Purn) Ismail Bolong, dan tindakan lain yang diperlukan termasuk membuka kembali dokumen-dokumen pemeriksaan Propam era Ferdi Sambo yang menjadi dasar laporan Ferdi Sambo pada Kapolri seperti tersebut di atas, sehingga terdapat kepastian hukum tidak sekadar menjadi pergunjingan yang efeknya menjatuhkan ketidakpercayaan masyarakat pada Polri.

Saat ini, kata Sugeng, masyarakat menunggu janji Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo yang akan "memotong kepala ikan busuk", dan juga ucapan "bagi siapa saja yang melanggar hukum dan tidak ikut gerbong perubahan akan dikeluarkan".

“Sebab, semua ini kalau dilakukan oleh Kapolri, maka kepercayaan masyarakat terhadap Polri semakin meningkat,” kata Sugeng.

Sugeng menambahkan, untuk efektivitas kerja tim khusus dalam mengungkap kasus ini, Kapolri segera menonaktifkan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini