Warga Pontianak Berharap Ada Subsidi Bahan Dasar Meriam Karbit untuk Lestarikan Tradisi

Meriam karbit Pontianak terancam punah karena mahalnya bahan baku. Pelaku tradisi harap subsidi karbit dan bantuan kayu dari pemerintah agar warisan budaya ini tetap lestari.

Bella
Senin, 17 Maret 2025 | 21:16 WIB
Warga Pontianak Berharap Ada Subsidi Bahan Dasar Meriam Karbit untuk Lestarikan Tradisi
Warga sedang mempersiapkan Meriam Karbit yang menjadi bagian penting dari perayaan malam takbiran menjelang Hari Raya Idul Fitri di pesisir Sungai Kapuas Pontianak. (Pifa/Lyd)

Konon, saat menyusuri Sungai Kapuas untuk mencari lokasi strategis membangun kota, rombongan sultan kerap diganggu oleh makhluk halus yang diyakini sebagai kuntilanak.

Untuk mengusir gangguan tersebut, sultan memerintahkan pasukannya menembakkan meriam ke arah daratan.

Ada pula versi lain yang menyebutkan bahwa meriam digunakan untuk mengusir bajak laut yang mengancam keselamatan pedagang di sungai.

Seiring waktu, penggunaan meriam berkembang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.

Baca Juga:3 Eks Pejabat Bank Kalbar Jadi Buronan Kejati dalam Kasus Korupsi Pengadaan Tanah

Pada masa lalu, dentuman meriam tak hanya menjadi alat komunikasi untuk menandakan waktu salat, sahur, atau berbuka puasa, tetapi juga sebagai ekspresi kegembiraan menyambut hari besar Islam, khususnya Idul Fitri.

Menurut Ahmad Sofian, penulis buku Meriam Karbit, Menjaga Tradisi, Memberi Identitas, permainan ini menjadi simbol peradaban masyarakat tepian Sungai Kapuas dan identitas budaya yang unik, yang hanya ditemukan di kampung-kampung tua di Pontianak.

Awalnya, meriam dibuat dari bambu, tetapi seiring perkembangan zaman, bahan berubah menjadi kayu balok berdiameter 50-70 cm dan panjang 5-7 meter.

Proses pembuatannya melibatkan gotong royong, mulai dari melubangi kayu, melilitnya dengan rotan, hingga mengisinya dengan karbit yang dicampur air untuk menghasilkan gas asetilen—bahan yang memicu dentuman keras saat disulut api.

Tantangan dan Harapan Pelestarian

Andri menekankan bahwa meskipun tradisi ini sarat nilai budaya, tantangan pelestarian semakin nyata.

Baca Juga:Dompet Dhuafa hingga BAZNAS Kini Hadir di BRImo, Berzakat & Sedekah Makin Mudah

Selain kelangkaan kayu, biaya produksi meriam yang mencapai jutaan rupiah per unit menjadi beban tersendiri bagi komunitas.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini