SuaraKalbar.id - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Barat resmi menetapkan status siaga darurat penanganan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di sejumlah wilayah rawan, yakni Kabupaten Kubu Raya, Kayong Utara, dan Sambas.
Penetapan ini dilakukan sebagai langkah antisipatif menghadapi peningkatan potensi titik api seiring dengan masuknya musim kemarau.
“Penetapan status ini dilakukan sebagai langkah antisipatif terhadap meningkatnya potensi titik api (hotspot) seiring masuknya musim kemarau,” ujar Ketua Satgas Informasi BPBD Kalbar, Daniel, dalam keterangannya di Pontianak, Rabu (28/5).
Menurut Daniel, status siaga darurat tersebut menjadi dasar penting untuk mempercepat koordinasi lintas sektor dan mobilisasi sumber daya, termasuk personel dan peralatan, dalam upaya pencegahan serta penanganan karhutla.
Baca Juga:Gubernur Kalbar Terbitkan Pergub Percepat Pembentukan Koperasi Merah Putih di Desa dan Kelurahan
Salah satu fokus utama adalah memperkuat patroli dan percepatan penanganan titik api di wilayah yang memiliki risiko tinggi.
Salah satu titik rawan yang menjadi perhatian khusus adalah Kecamatan Sungai Raya di Kabupaten Kubu Raya, khususnya Desa Limbung.
Kawasan ini berada dalam jarak yang berdekatan dengan Bandara Internasional Supadio, sehingga karhutla di wilayah tersebut dapat mengancam keselamatan penerbangan akibat asap tebal yang mengganggu jarak pandang.
“Asap tebal akibat karhutla bisa berdampak pada gangguan navigasi dan komunikasi penerbangan. Ini menyangkut keselamatan jiwa, dan karena itu menjadi prioritas penanganan kami,” tegas Daniel.
Dampak dari kebakaran lahan tidak hanya menyangkut sektor transportasi udara, namun juga memberikan ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat dan kelangsungan kegiatan ekonomi.
Baca Juga:SAMSAT GOKATAN Resmi Hadir di Kecamatan Pontianak Barat, Cek Jadwal Lengkap di Sini!
Pembatasan atau bahkan penutupan bandara sebagai dampak asap, lanjut Daniel, dapat mengganggu mobilitas logistik dan penumpang, serta berujung pada penurunan produktivitas daerah.
Dalam merespons status siaga darurat ini, BPBD Kalbar telah membentuk Komando Satuan Tugas Penanganan Bencana Asap yang bekerja sama dengan unsur TNI, Polri, BMKG, serta instansi terkait lainnya.
Patroli darat diperkuat, dan berbagai upaya sinergis dilakukan untuk mencegah karhutla meluas.
Selain itu, BPBD Kalbar juga telah mengajukan permohonan dukungan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
TMC dinilai dapat membantu mempercepat turunnya hujan di wilayah-wilayah yang mengalami kekeringan ekstrem.
“Kami berupaya seoptimal mungkin agar kejadian karhutla tidak berdampak luas. TMC akan sangat membantu terutama di daerah yang mengalami kekeringan ekstrem,” kata Daniel.
Sementara itu, kebakaran lahan yang melanda Desa Limbung dalam beberapa hari terakhir telah menghanguskan sekitar tiga hektare area.

Tim gabungan dari BPBD, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, TNI, Polri, serta relawan telah dikerahkan untuk melakukan pemadaman dan mencegah meluasnya api ke permukiman atau fasilitas publik.
Hingga kini, Polres Kubu Raya masih melakukan penyelidikan guna mengungkap penyebab pasti kebakaran.
Dugaan kuat mengarah pada praktik pembakaran lahan secara ilegal, yang masih kerap terjadi dan menjadi faktor utama penyebab karhutla di Kalimantan Barat.
Daniel menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran lahan sebagai langkah preventif jangka panjang.
“Kami berharap dengan keterlibatan semua pihak, potensi karhutla dapat ditekan seminimal mungkin, sehingga masyarakat tetap bisa beraktivitas dengan aman dan lingkungan tetap terjaga,” ujarnya.
Bahaya Karhutla Mengancam Segala Aspek Kehidupan
Karhutla bukan sekadar persoalan lingkungan, melainkan juga krisis multidimensi yang dapat mengancam keselamatan jiwa dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Asap yang dihasilkan dari pembakaran gambut dan vegetasi mengandung partikel halus (PM2.5) yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Paparan jangka panjang terhadap polusi ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan akut, infeksi saluran pernapasan atas, hingga memperburuk kondisi penderita asma dan penyakit jantung.
Tak hanya manusia, flora dan fauna juga turut terdampak.
Kebakaran hutan menghancurkan habitat satwa liar, mendorong kepunahan spesies endemik, dan merusak keanekaragaman hayati.
Ekosistem hutan tropis yang rusak membutuhkan waktu puluhan tahun untuk pulih, bahkan bisa jadi tidak pernah kembali seperti semula.
Dampak ekonomi juga tidak kalah serius. Gangguan terhadap sektor transportasi udara, perdagangan, dan pariwisata akibat kabut asap bisa menimbulkan kerugian triliunan rupiah.
Petani juga merugi akibat tanah yang tidak bisa ditanami karena rusak atau terbakar.
Sementara itu, biaya penanggulangan karhutla, termasuk pengerahan personel dan teknologi, menyedot anggaran yang besar dari pemerintah pusat maupun daerah.