Scroll untuk membaca artikel
Angga Roni Priambodo | Fitri Asta Pramesti
Sabtu, 14 November 2020 | 13:20 WIB
Bos dan pendiri SpaceX, Elon Musk terdiam dalam peluncuran roket Falcon 9 yang batal digelar pada 27 Mei 2020. Peluncuran akhirnya sukses dilakukan pada 30 Mei. [AFP/Brendan Smialowski]

SuaraKalbar.id - Bos mobil listrik Tesla, Elon Musk, baru-baru ini menjalani empat kali tes Covid-19 dan mendapatkan hasil yang berbeda-beda.

Menyadur Anadolu Agency, Sabtu (14/11/2020), Musk mengkritik tes virus corona setelah dinyatakan dua kali positif dan dua kali negatif, dalam satu hari.

"Sesuatu yang sangat aneh sedang terjadi. Telah diuji Covid-19 empat kali hari ini," cuit Musk di Twitter, Jumat (14/11).

"Dua tes hasilnya negatif, dua hasilnya positif. Mesin sama, tes sama, perawatan sama. Tes antigen cepat dari BD," sambung CEO SpaceX itu.

Baca Juga: Media AS: Biden Menang dengan 306 Suara Elektoral, Trump Kantongi 232

Tes antigen cepat atau rapid test untuk Covid-19 diketahui kurang akurat dibandingkan dengan tes polymerase chain reaction (PCR), namun rapid test lebih terjangkau dan memberikan hasil hanya dalam waktu 15 menit.

Elon Musk 4 Kali Tes Covid-19, Hasilnya Beda-Beda. (Twitter/elonmusk)

"Jika itu terjadi pada saya, itu terjadi pada orang lain. saya mendapatkan tes PCR dari lab terpisah. Hasilnya akan memakan waktu sekitar 24 jam," tulis Musk.

Musk sebelumnya memutuskan untuk melakukan tes Covid-19 setelah mengalami sejumlah gejala infeksi virus corona seperti pilek ringan, batuk, dan demam ringan, dalam beberapa hari terakhir.

Pengusaha itu menambahkan telah menggunakan NyQuil - obat flu yang dijual bebas di Amerika Serikat.

Pekan lalu, Musk bertandang ke Berlin untuk mengunjungi pabrik baru Tesla yang sedang dibangun. Jerman sendiri merupakan salah satu dari banyak negara Eropa yang memulai karantina kedua pada 2 November untuk menekan penularan virus corona.

Baca Juga: Buaya Raksasa Jalan-Jalan di Lapangan Golf saat Badai, Bikin Kaget Warga

Musk pada April disebutkan mengkritik perintah tinggal di rumah dan karantina terkait pandemi virus corona, dengan menganggapnya sebagai tindakan "fasis".

AS masih memimpin dunia dengan 10,5 juta kasus COVID-19 dan lebih dari 242.000 kematian, sementara angka global mencapai 52,8 juta kasus dan hampir 1,3 juta kematian pada hari Jumat, menurut data Universitas Johns Hopkins.

Load More