SuaraKalbar.id - Pembelajaran atau sekolah tatap muka masih belum direkomendasikan oleh dokter anak. Apa alasannya?
"Pembelajaran tatap muka belum direkomendasikan selama suatu daerah belum menjadi zona hijau, atau setidaknya zona kuning," kata dr. Endah Setyarini, Sp.A dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim saat diskusi daring, dilansir ANTARA.
Ia menyatakan, rekomendasi yang disampaikannya itu sudah sesuai pesan Ketua Umum PP IDAI, Aman B. Pulungan, di mana sesuai dengan rekomendasi WHO, IDAI menyarankan agar sekolah ditutup dulu selama pandemi.
Endah menambahkan, selain zona risiko, ada banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan membuka sekolah.
Baca Juga: Alasan Bengkalis Belum Bisa Terapkan Sekolah Tatap Muka
Pertama yaitu melakukan pemetaan kasus positif per kelurahan, pemetaan lokasi sekolah termasuk dari mana saja muridnya berasal.
"Karena bisa saja sekolahnya zona hijau tapi muridnya ada yang dari zona merah dan terjadi penularan sesama siswa, lalu ke orang dewasa di sekitarnya," ujar Endah.
Selain itu, lanjut dia, perlu diperhatikan pula transportasi siswa ke sekolah. Siswa yang menggunakan kendaraan umum tentunya akan lebih berisiko.
Selain itu juga perlu diperhatikan kontak siswa atau guru dengan orang lain.
Sementara itu mengenai vaksin virus COVID-19 yang saat ini gencar diujicobakan, Endah mengatakan masih dibutuhkan waktu serta uji klinis tentang keefektifannya sebelum tersedia secara luas.
Baca Juga: Diduga Depresi Akibat Sekolah Online, Siswi SMA Meninggal Dunia
WHO sendiri menyatakan bahwa setidaknya sudah ada lebih dari 100 perusahaan vaksin di berbagai negara yang sedang dalam proses uji klinis dan hingga saat ini belum final.
Pernyataan senada disampaikan Wakil Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia Jatim, dr. Atik Choirul Hidajah, M.Kes yang menyebut jumlah kasus COVID-19 pada anak di Indonesia hingga saat ini mencapai 9,7 persen dari total penderita COVID-19, atau berjumlah 24.966 anak.
Secara rinci, jumlah tersebut terbagi menjadi 2,4 persen anak usia 0-5 tahun dan 7,3 persen anak usia 6-18 tahun.
Menurutnya, untuk kembali membuka sekolah dan melakukan kembali pembelajaran tatap muka tentunya dibutuhkan kajian secara ilmiah.
"Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan pilihan paling baik untuk mencegah penularan antara siswa serta penularan siswa kepada guru," ujarnya.
Meskipun demikian, ia meminta orangtua mewaspadai imbas akibat pembelajaran jarak jauh atau PJJ, bagi kesehatan anak.
Di antara dampak buruk PJJ adalah computer vision syndrome seperti gangguan mata, otot dan penglihatan akibat terlalu lama menatap layar gawai.
Berita Terkait
-
Pentingnya Fasilitas Pendidikan Terintegrasi dengan Perumahan: Investasi Terbaik untuk Masa Depan
-
Nggak Bebas Berekspresi dan Nggak Modis Jadi Alasan Siswa Abaikan Aturan
-
Prabowo Saja yang Terpajang, Siswa Copot Foto Gibran di Sekolah, Netizen: Sampai Segitunya
-
4 Aturan Non Muslim Mengajar di Sekolah Muhammadiyah, Boleh Pakai Kalung Salib?
-
Non Muslim Boleh Mengajar di Sekolah Muhammadiyah? Ini Penjelasannya
Terpopuler
- Respons Sule Lihat Penampilan Baru Nathalie Tuai Pujian, Baim Wong Diminta Belajar
- Berkaca dari Shahnaz Haque, Berapa Biaya Kuliah S1 Kedokteran Universitas Indonesia?
- Pandji Pragiwaksono Ngakak Denny Sumargo Sebut 'Siri na Pace': Bayangin...
- Beda Penampilan Aurel Hermansyah dan Aaliyah Massaid di Ultah Ashanty, Mama Nur Bak Gadis Turki
- Jadi Anggota DPRD, Segini Harta Kekayaan Nisya Ahmad yang Tak Ada Seperempatnya dari Raffi Ahmad
Pilihan
-
Selamat Ulang Tahun ke-101, Persis Solo!
-
Freeport Suplai Emas ke Antam, Erick Thohir Sebut Negara Hemat Rp200 Triliun
-
6 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaik November 2024
-
Neta Hentikan Produksi Mobil Listrik Akibat Penjualan Anjlok
-
Saldo Pelaku UMKM dari QRIS Nggak Bisa Cair, Begini Respon Menteri UMKM
Terkini
-
Dramatis! Lansia Hilang 3 Hari di Desa Pak Utan Bengkayang, Korban Ditemukan dalam Kondisi Lemas
-
Gempa Magnitudo 2,5 Guncang Kendawangan, Kabupaten Ketapang
-
Polda Kalbar Gerebek Kampung Beting, Ungkap Sarang Judi Online dan Pengguna Narkoba
-
BRI Fellowship Journalism 2025 Diapresiasi Dewan Pers
-
Kalbar Terima Hibah Rp1 Triliun dari Green Climate Fund untuk Pelestarian Hutan