Scroll untuk membaca artikel
Husna Rahmayunita
Senin, 07 Juni 2021 | 15:55 WIB
Ilustrasi - Mandau, senjata Suku Dayak dalam peristiwa Mangkok Merah. (dok. istimewa)

Menurut catatan Mary Somers Heidhues dalam bukunya Golddiggers, Farmers, and Traders in the Chinese Districts of West Kalimantan, kekerasan pecah pertama kali pada tanggal 14 Oktober 1967 di Taum, selatan Sanggauledo. 

Penyerangan yang dilakukan orang-orang Dayak ini dinamakan demonstrasi. 

Istilah halus ini membenarkan keterlibatan militer di dalamnya. Akhir bulan Oktober 1967, orang-orang Dayak menyerang rumah orang China di daerah Anjungan, Mandor dan Menjalin.

Kekerasan memuncak ketika Dayak Menyuke turut serta dalam gelombang demonstrasi tersebut. 

Baca Juga: Ferdinand ke Prabowo Subianto: Mewujudkan Cita-cita Bung Karno Bukan Hanya dengan Patung

Tanggal 14 November 1967 kelompok-kelompok Dayak dari pelosok pedalaman datang.

Mereka bertindak diluar kontrol, membunuh bahkan dikabarkan juga memakan bagian tubuh korban-korban mereka .

Setelah itu, penyerangan dan pembantaian pun terus berlanggsung dan mencapai puncak pada November 1967

Peristiwa Mangkok Merah mengakibatkan setidaknya 3.000 korban tewas di pedalaman.

Selain itu 4.000 - 5.000 orang tewas di pengungsian di Pontianak dan Singkawang karena keterbatasan makanan, sanitasi, dan akses kesehatan.

Baca Juga: Bulan Juli, Dua Gerai Giant di Palembang Tutup

Itulah peristiwa Mangkok Merah, tragedi berdarah di Kalimantan Barat.

Load More