SuaraKalbar.id - Peristiwa Mangkok Merah, tragedi pembantaian etnis Tionghoa di Kalimantan Barat yang melibatkan Suku Dayak. Mangkok Merah tragedi berdarah.
Mangkok Merah terjadi pada medio September hingga Desember 1967. Peristiwanya ini merupakan peristiwa penyerangan yang disertai pembunuhan dan pengusiran suku Dayak terhadap warga etnis Tionghoa di pedalaman Kalimantan Barat.
Salah satu tragedi kemanusiaan yang memilukan ini disebut sebagai Peristiwa Mangkok Merah karena mengacu ritual dan adat Suku Dayak.
Mangkok merah merupakan istilah ritual yang digunakan sebagai sarana konsolidasi dan mobilisasi pasukan lintas subsuku yang efektif dan efisien. Hal ini merupakan simbol akan dimulainya perang.
Baca Juga: Ferdinand ke Prabowo Subianto: Mewujudkan Cita-cita Bung Karno Bukan Hanya dengan Patung
Dimulai dari seruan ganyang Malaysia
Pada pemerintahan Orde Lama, sekitar 1963 sampai 1966, Soekarno menyerukan Ganyang Malaysia.
Konfrontasi ini dipicu oleh penolakan Indonesia terhadap pembentukan Federasi Malaysia yang didukung penuh oleh Inggris.
Para etnis Tionghoa yang ada di Kalimantan Utara yang tinggal di perbatasan pun serempak menolak hal tersebut.
Soekarno pun mengirimkan salah satu menterinya, Oei Tjoe Tat, ke sana untuk menggalang kekuatan warga Tionghoa di sana.
Baca Juga: Bulan Juli, Dua Gerai Giant di Palembang Tutup
Oei Tjoe Tat pun berhasil mengajak para pemuda di Kalimantan Utara dan sekitarnya untuk membentuk beberapa barisan sukarela dan gerilyawan.
Beberapa barisan yang terbentuk antara lain Pasukan Gerilya Rakyat Sarawak (PGRS/Paraku), yang memang didominasi orang-orang Tionghoa di bawah komando seorang perwira Angkatan Darat yang dekat dengan kelompok kiri, yakni Brigadir Jenderal Supardjo.
PGRS/Paraku bahu-membahu bersama TNI dan para sukarelawan Indonesia lainnya menghadapi pasukan Malaysia yang dibantu bala tentara Gurkha, Inggris, dan Australia sepanjang masa konfrontasi.
Setelah Peristiwa 30 September 1965
Merangkum artikel jurnal berjudul “Peristiwa Mangkok Merah di Kalimantan Barat 1967” gagalnya Pemberontakan PKI pada tahun 1965 tidak dimungkiri mengubah peta politik di Indonesia.
Konfrontasi dengan Malaysia pun berakhir dengan adanya perdamaian yang dilakukan pada tahun 1966.
Brigjen Supardjo pun ditangkap karena dianggap terlibat dalam pemberontakan tersebut. Pemerintahan yang sudah dipegang oleh Soeharto pun sudah tidak sejalan dengan PGRS/Peraku.
Para simpatisan pun memilih untuk masuk ke pedalaman Kalimantan Barat. Namun, militer tidak tinggal diam.
Mereka pun mengirim pasukan dari Jawa untuk melakukan penumpasan terhadap PGRS/Peraku.
Militer meminta bantuan pada gubernur sekaligus tokoh yang sangat disegani orang Dayak di Kalimantan Barat, Oevang Oeray.
Karena pamor Oevang Oeray, masyarakat Dayak pun berpartisipasi untuk memberantas PGRS/Peraku.
Militer melakukan propaganda di kalangan tokoh Dayak dengan menyebarkan beberapa isu bahwa orang-orang komunis tidak menyukai sistem Dayak.
Para Panglima direkrut dengan dalih bahwa PGRS-Paraku akan menguasai Kalimantan Barat.
Pangdam XII Tanjungpura juga mendatangi beberapa pemuka suku Dayak.
Para pemuka Dayak diprovokasi dan ditanamkan pengertian bahwa PGRS-Paraku adalah komunis yang tidak beragama dan orang Dayak tidak bisa hidup bersama-sama komunis.
Dijelaskan pula bahwa PGRS/Paraku adalah China Sarawak yang ingin memecah belah keamanan wilayah RI.
Melalui siaran Radio Republik Indonesia (RRI) Pontianak pada 21 September 1967, Oevaang Oeray mengultimatum kepada warga peranakan China untuk meninggalkan wilayahnya dan pindah ke kota kecamatan terdekat.
Pada 11 Oktober 1967, diumumkan kepada seluruh kepala kampung agar menghadiri pertemuan besar dan bersiap-siap melakukan apa yang disebutnya Gerakan Demonstrasi.
Militer juga menyebarkan kabar angin bahwa orang-orang Komunis akan mengadakan pemberontakan di Kalimantan Barat pada bulan Oktober 1967.
Orang-orang Dayak yang merasa bertanggung jawab atas kondisi daerahnya mulai bergerak dan bergabung dengan pihak militer.
Puncaknya adalah ketika tersebar isu tewasnya Camat Ledo. Kondisi ini pun mengobarkan kekuatan melalui Mangkok Merah.
Menurut catatan Mary Somers Heidhues dalam bukunya Golddiggers, Farmers, and Traders in the Chinese Districts of West Kalimantan, kekerasan pecah pertama kali pada tanggal 14 Oktober 1967 di Taum, selatan Sanggauledo.
Penyerangan yang dilakukan orang-orang Dayak ini dinamakan demonstrasi.
Istilah halus ini membenarkan keterlibatan militer di dalamnya. Akhir bulan Oktober 1967, orang-orang Dayak menyerang rumah orang China di daerah Anjungan, Mandor dan Menjalin.
Kekerasan memuncak ketika Dayak Menyuke turut serta dalam gelombang demonstrasi tersebut.
Tanggal 14 November 1967 kelompok-kelompok Dayak dari pelosok pedalaman datang.
Mereka bertindak diluar kontrol, membunuh bahkan dikabarkan juga memakan bagian tubuh korban-korban mereka .
Setelah itu, penyerangan dan pembantaian pun terus berlanggsung dan mencapai puncak pada November 1967
Peristiwa Mangkok Merah mengakibatkan setidaknya 3.000 korban tewas di pedalaman.
Selain itu 4.000 - 5.000 orang tewas di pengungsian di Pontianak dan Singkawang karena keterbatasan makanan, sanitasi, dan akses kesehatan.
Itulah peristiwa Mangkok Merah, tragedi berdarah di Kalimantan Barat.
Kontributor : Sekar Jati
Berita Terkait
-
Potret Kenangan Titiek Puspa Bersama Lensois, Grup Musik Gagasan Soekarno
-
Tol di Sumatera, Kalimantan, dan Bali Dipadati Kendaraan! Ini Pemicunya
-
Bandara Soetta Bantah Isu Kebakaran, Deputi Komunikasi Sebut Ada Pabrik Plastik yang Terbakar
-
H-2 Lebaran, Arus Mudik di Bandara Soekarno-Hatta Mulai Menurun
-
Film Horor 'Pembantaian Dukun Santet' Diangkat dari Thread Viral, Ini Ceritanya!
Tag
Terpopuler
- Jadwal Pemutihan Pajak Kendaraan 2025 Jawa Timur, Ada Diskon hingga Bebas Denda!
- Pemain Keturunan Maluku: Berharap Secepat Mungkin Bela Timnas Indonesia
- Rekrutmen Guru Sekolah Rakyat Sudah Dibuka? Simak Syarat dan Kualifikasinya
- 10 Transformasi Lisa Mariana, Kini Jadi Korban Body Shaming Usai Muncul ke Publik
- Marah ke Direksi Bank DKI, Pramono Minta Direktur IT Dipecat hingga Lapor ke Bareskrim
Pilihan
-
Dari Lapangan ke Dapur: Welber Jardim Jatuh Cinta pada Masakan Nusantara
-
Dari Sukoharjo ke Amerika: Harapan Ekspor Rotan Dihantui Kebijakan Kontroversial Donald Trump
-
Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
-
Solusi Pinjaman Tanpa BI Checking, Ini 12 Pinjaman Online dan Bank Rekomendasi
-
Solusi Aktivasi Fitur MFA ASN Digital BKN, ASN dan PPPK Merapat!
Terkini
-
Rute dari Pontianak ke Danau Sentarum Kapuas Hulu, Lengkap dengan Pilihan Transportasi
-
Rute Pontianak ke Singkawang: Jarak, Durasi, hingga Moda Transportasi
-
Pontianak ke Putussibau: Jarak, Waktu Tempuh, dan Pilihan Transportasinya
-
Rumah Kosong Sejak Sebelum Ramadan, Ini Kata Ketua RT soal Keluarga Priguna Anugerah di Pontianak
-
Rumah Dokter PPDS Priguna di Pontianak Tampak Kosong, Ini Kata Tetangga