Scroll untuk membaca artikel
Bella
Selasa, 05 April 2022 | 17:47 WIB
Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya Ketum PBNU yang baru dilantik [Foto: ANTARA]

SuaraKalbar.id - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengungkapkan hubungan antara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mungkin saja dalam politik praktis ada gesekan-gesekan, namun keduanya sebenarnya sangat dekat layaknya kakak dan adik.

"Gus Dur kenal dengan Bu Mega sudah sejak lama, seperti kakak adik hubungannya. Sudah puluhan tahun saling mengenal dan ada banyak hal yang beliau berdua berbagi; artinya pemikiran yang sama di antara beliau berdua. Namun, mungkin saja dalam politik praktis ada gesekan-gesekan, itu yang sangat wajar," ungkap Gus Yahya, Selasa.

Hal tersebut diungkapkan Gus Yahya dalam serial Inspirasi Ramadan 2022 bertajuk "Inspirasi Keteladanan Gus Dur", yang ditayangkan melalui akun YouTube BKN (Badan Kebudayaan Nasional) PDI Perjuangan.

Selain itu, dalam kesempatan tersebut Yahya juga meluruskan berbagai anggapan di media sosial yang mempertontonkan seolah-olah Gus Dur dan Megawati terus-menerus berkonflik dan berbeda pendapat.

Baca Juga: Gus Dur dengan Megawati Soekarnoputri Dinilai Selalu Berkonflik, Gus Yahya: Mereka Layaknya Kakak Beradik

Bahkan, menurutnya, Gus Dur dan Presiden kedua RI Soeharto memiliki hubungan cukup dekat. Namun jelas, ada banyak hal bahwa Gus Dur berbeda dengan Soeharto, tambahnya.

"Sehingga kami melihat dalam perjalanan politiknya, ada momentum-momentum yang terlihat Gus Dur berseberangan dengan Bu Mega. Itu wajar saja karena memang politik kan seperti itu. Politik itu muamalah dan di dalam wacana fiqih itu seperti orang lain yang tidak ada hubungan sama sekali. Seperti contoh transaksi dagang dengan saudara kandung, dalam fiqih pun harus dilakukan secara objektif, dan itu sama halnya seperti politik," katanya.

Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, Gus Dur dan Megawati dinilai sebagai ikon perlawanan terhadap rezim orde baru, dengan keduanya banyak berbagi terkait nilai-nilai dasar kebangsaan dan kemanusiaan. Sehingga, momen dimana digambarkan terjadi gesekan antara keduanya merupakan hal wajar dalam politik.

Bagi Gus Yahya, Gus Dur adalah sosok pejuang kemanusiaan yang tidak hanya memperjuangkan kelompok Islam, melainkan seluruh lapisan masyarakat.

Yahya membeberkan kisah ihwal keteladanan Gus Dur saat dia menjadi juru bicara kepresidenan dan mendampingi Gus Dur sebagai Presiden RI.

Baca Juga: Memori Lawas Ramadhan: Gus Dur Tawarkan Salat Tarawih Dua Versi, Soeharto Pilih Yang Ada 'Diskon'

Menurut Yahya, Gus Dur adalah seorang tokoh intelektual besar yang dibentuk oleh keluasan pengetahuan dan pengalaman hidupnya. Gus Dur merupakan seorang penjelajah ilmu karena mempelajari semua ilmu, tidak hanya terbatas pada wawasan Islam, ungkapnya.

Yahya juga menilai bahwa Gus Dur ditempa pengalaman hidup, dimana ia berhadapan dengan berbagai macam krisis terkait berbagai besar yang dialami oleh Islam, bangsa, dan negara. Oleh karenanya, Gus Dur kemudian terbentuk menjadi seorang pemimpin yang sungguh-sungguh mencintai bangsa, umat, dan kemanusiaan.

"Kesan yang saya dapatkan adalah saya yakin sekali beliau itu waliyullah (wali Allah). Itu yang paling mendalam dan cara yang paling singkat mendeskripsikan ketika saya mendampingi beliau di Istana," ucapnya.

Sementara itu, Yahya sendiri mengaku mengenal Gus Dur sejak lama dan mengalami perubahan berkat mantan tanfidziyah Nahdlatul Ulama itu.

"Saya mengenal Gus Dur sejak lama dan saya juga mengalami perubahan berkat Gus Dur. Saya berubah dulu sekitar tahun 70-an. Ada suasana, baik domestik maupun global, ketika Islam berada dalam posisi konfliktual dihadapkan dengan aktor-aktor lain, aktor-aktor kekuasaan," ucapnya.

Gus Yahya mengisahkan, di domestik, Islam berhadapan dengan rezim orde baru, sehingga menjadikan Islam sebagai ideologi perlawanan. Namun, dengan wacana dan ketekunan yang dibangun, Gus Dur bisa mengubah mindset generasi muda saat itu.

"Gus Dur berhasil mengubah mindset saya dan kawan-kawan generasi saya untuk berpikir cara lain. Daripada melawan untuk menghancurkan, kenapa kami tidak menyumbang, berkontribusi untuk menyempurnakan saja? Ini prinsip mendasar dari Gus Dur," ucapnya.

Load More