Alasan Ilmiah Kenapa Orang Gampang Marah saat Lapar

Marah merupakan respons emosional yang kuat ketika tubuh merasa menghadapi ancaman atau bahaya.

Husna Rahmayunita
Jum'at, 11 Juni 2021 | 13:33 WIB
Alasan Ilmiah Kenapa Orang Gampang Marah saat Lapar
ilustrasi perempuan marah, kesal

SuaraKalbar.id - Sering ditemukan dalam keseharian, banyak orang gampang marah saat lapar. Tiba-tiba meledak-ledak dan berimbas dengan lingkungan sekitar.

Ternyata ada alasan ilmiah mengapa orang lebih mudah marah saat kondisi perut kosong.

Hal itu diungkapkan oleh Dosen IPB University dari Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).

Menurut Husnawati, rasa lapar yang menyebabkan munculnya kemarahan hanya terjadi pada orang-orang yang menganggap lapar sebagai ancaman bagi dirinya, dan adanya faktor kondisi lingkungan yang tidak mendukung.

Baca Juga:Pencabutan Dukungan PDIP Tidak Pengaruhi Jabatan Bupati Alor

Pada sejumlah orang, rasa lapar dapat dianggap sebagai ancaman bagi tubuh. Karenanya munculah kondisi “hangry” atau rasa marah yang muncul ketika seseorang mengalami lapar.

"Rasa lapar yang berkepanjangan membuat tubuh menjadi stres, dan dikeluarkanlah hormon kortisol yang merupakan hormon stres," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Jumat (11/6/2921).

Kondisi stres yang dirasakan tubuh menyebabkan penurunan kadar hormon serotonin yang memiliki peran penting dalam mengatur suasana hati.

Ilustrasi marah, emosi, stres, depresi. (Shutterstock)
Ilustrasi marah, emosi, stres, depresi. (Shutterstock)

"Kadar serotonin yang rendah sangat berkaitan dengan munculnya rasa marah dan kecenderungan ke arah perilaku kekerasan," sambungnya.

Dia mendefinisikan, marah merupakan respons emosional yang kuat ketika tubuh merasa menghadapi ancaman atau bahaya.

Baca Juga:Viral Wanita Bertato di Cibadak Lebak Aniaya Balita Usia Dua Minggu

"Pada kondisi tersebut, sumbu hipotalamus-pituitary-adrenal (HPA) di otak akan teraktifkan, dan memicu respons melawan atau lari (fight or flight)," katanya

Husnawati mengatakan kombinasi rasa lapar dan amarah merupakan respons emosional yang rumit yang melibatkan interaksi biologi, kepribadian, dan isyarat lingkungan.

“Sistem limbik di otak adalah pusat dari segala emosi baik itu marah, takut, dorongan seksual, dan lainnya. Di sini emosi diterjemahkan secara biokimia dan diberi label sebagai sesuatu yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, yang kemudian memicu dikeluarkannya hormon senang atau hormon stres,” katanya.

Di sisi lain, berdasarkan kepribadian dan pengaruh lingkungan, perilaku emosi karena makanan terbentuk sejak masa kanak-kanak, dan sangat terkait dengan pengalaman masa kecil.

Menurut teori psikosomatis, kata Husnawati, rasa emosional yang muncul karena lapar merupakan respons terhadap perasaan negatif, seperti stres, kecemasan, kekecewaan, dan perasaan kesepian.

"Seseorang yang tinggal di lingkungan yang memperebutkan makanan sebagai usaha untuk bertahan hidup, akan sangat mudah mengalami 'hangry'," katanya.

Husnawati menambahkan tingkat kesadaran emosional seseorang juga memengaruhi munculnya “hangry”.

Orang yang kesadaran emosionalnya lebih berkembang, lanjutnya akan sadar bahwa rasa lapar dapat terwujud sebagai emosi negatif, sehingga mereka bisa mengontrolnya dan cenderung tidak menjadi “hangry”.

Lebih lanjut, dia lalu menyebut cara mengendalikan marah dan rasa lapar yakni dengan berpuasa seperti yang dilakoni umat muslim.

"Orang-orang yang terbiasa berpuasa akan merespons rasa lapar dengan emosi yang netral atau malah positif,” katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini