Gagasan yang disampaikan oleh J.C Oevaang Oeray ini kemungkinan memberi inspirasi peserta. Pada penutupan rekoleksi melahirkan kebulatan tekad membentuk organisasi politik.
Didahului pembentukan Dayak In Action (DIA) yang diketuai oleh Fransiskus Conradus Paoensoeka dan pastor Adikarjana, kemudian terjadi perpindahan parta ke Pontianak sehingga DIA kemudian berganti nama menjadi Partai Persatuan Dayak atau PPD pada 1 November 1945. PPD jadi salah satu wadah kebangkitan Dayak pada 3 November 1945.
Namun dalam pembentukkan PPD tak semua orang menerima terbentuknya partai ini, karena sifatnya yang unitarianisme menganggap bahwa PPD diciptakan untuk kepentingan NICA agar dapat kembali menguasai Kalimantan Barat.
Baca Juga:Ini Kisah Kapten Darmo Sugondo Pahlawan Gresik, Orang Muhammadiyah yang Suka Bertapa
Pada masa Sultan Hamid II J.C. Oevaang Oeray dipercayakan menjadi Dewan Pemerintah Harian bersama empat rekannya, melalui tokoh seperti J.C. Oevaang Oeray ekspedisi TNI yang kala itu dipimpin oleh Zulkifli Lubis masuk ke dalam tokoh Kalimantan Barat lain sekaligus sebagai panitia penyambut pendaratan pasukan TNI di Pontianak.
Semasa menjabat J.C. Oevaang Oeray pernah menulis surat terbuka yang intinya adalah menekankan pentingnya pemeliharaan ketentraman dan ketertiban yang ia lihat penting bagi masyarakat. Beliau juga mengingatkan untuk waspada terhadap penyebar isu-isu yang menyesatkan.
Pada 22 Juni 1959, Oeray dilantik menjadi Kepala Swatantra tingkat 1 oleh Sekretaris Jenderal dalam Negeri dan Otonomi Kawasan R.M. Soeparto menggantikan Mendagri.
Pada sidang DPRD tingkat 1 Kalimantan Barat, Oeray sukses terpilih sebagai gubernur KDH Tk. I Kalbar yang disahkan oleh Keppres No.465/1959 pada tanggal 24 Desember 1959 untuk periode 1 Januari 1960-12 Juli 1966.
Baca Juga:Mailan, Wartawan Sekaligus Pejuang Pertama Kali Terima Kabar Kemerdekaan RI di Sumsel
Banyak tuduhan masyarakat yang ditujukan kepada Oeray terhadap partai yang diusungnya. Oeray dituduh menerapkan praktik pilih kasih dalam pengangkatan pegawai.