SuaraKalbar.id - Zona merah penyebaran COVID-19 menandakan suatu daerah dalam kondisi mengkhawatirkan. Karena itu setiap pemerintah daerah akan berjuang keras. Agar bisa segera memperbaiki kondisi dan meninggalkan status zona risiko tinggi paparan virus Corona tersebut.
Begitu pula yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, sejak masuk zona merah penyebaran COVID-19 pertengahan Juli 2021, segera berjuang keras untuk lepas dari zona tak nyaman itu.
Ada dua kota di Kalbar, yakni Pontianak dan Singkawang, masuk dalam 15 wilayah di luar Jawa dan Bali yang diharuskan menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, ketika kasus COVID-19 sedang tinggi-tingginya.
Risiko tinggi penyebaran COVID-19 ditandai dengan tingginya kasus aktif, meningkatnya pasien meninggal dan angka keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupancy rate) berada di atas angka rata-rata.
Baca Juga:Pada Hari Berapa Pasien Covid-19 Paling Menular? Simak Hasil Studi Berikut
Penerapan PPKM Darurat untuk wilayah luar Jawa dan Bali diatur dalam Instruksi Mendagri No. 20 Tahun 2021. PPKM Darurat luar Jawa dan Bali dimulai 12 Juli hingga 20 Juli 2021.
Sepekan sebelum penerapan PPKM Darurat, kasus COVID-19 di Pontianak dan Singkawang memang sedang tinggi-tingginya. Dapat digambarkan, misalnya, terjadi antrean warga melakukan pemeriksaan Antigen dan Polymerase Chain Reaction (PCR) di laboratorium, baik di rumah sakit maupun fasilitas kesehatan lainnya.
Kondisi ini juga dialami banyak warga ketika hendak tes PCR di laboratorium satu rumah sakit swasta di Jalan Sultan Abdurrahman, Jumat (9/7) malam. Pendaftaran sudah ditutup karena antrean penuh sejak pagi hingga malam. Pelayanan pemeriksaan Antigen dan PCR baru dibuka kembali pada keesokan harinya.
Kemudian di satu rumah sakit swasta lain di Jalan Ahmad Yani, warga juga mendapat nomor antre tengah malam. Warga harus membayar biaya hasil PCR "same day" sebesar Rp973 ribu, tetapi hasilnya baru akan diterima keesokan harinya, Sabtu (10/7) tengah hari.
Alasan petugas bagian pendaftaran, PCR "same day" sudah penuh dan pendaftar disilakan memilih apakah lanjut daftar atau mundur saja (cari alternatif tempat lain). Tapi tak ada alternatif lain, karena sudah mendesak harus segera PCR dan beberapa laboratorium telah tutup.
Baca Juga:4.000 Anak Kehilangan Orang Tua Akibat Pandemi, Pemprov DKI Siapkan Panti
Warga bersyukur kini harga tes Antigen dan PCR turun dan Kementerian Kesehatan menetapkan tarif tertinggi untuk wilayah luar Jawa dan Bali Rp525 ribu. Setidaknya pasien COVID-19 lainnya tak mengalami nasib serupa.
![Vaksinator menyuntikkan vaksin COVID-19 pada warga di Stasiun Juanda, Jakarta, Jumat (20/8/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/08/20/23693-layanan-vaksinasi-covid-19-di-stasiun-krl.jpg)
Masalah dihadapi
Selain panjangnya antrean pemeriksaan COVID-19, masalah lain yang dihadapi saat darurat pandemi adalah angka keterisian tempat tidur di rumah sakit yang berada di atas rata-rata.
Gubernur Kalbar Sutarmidji menyatakan BOR ruang isolasi COVID-19 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soedarso yang merupakan rumah sakit provinsi mencapai 90 persen pada Kamis (8/7).
Begitu pula di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie milik Pemerintah Kota Pontianak. Keterisian ruang isolasi rumah sakit di Jalan Komodor Yos Sudarso No. 1, Kecamatan Pontianak Barat ini mencapai 76 persen.
"Kami menyiapkan 60 tempat tidur di ruang isolasi (pasien COVID-19) tapi pada Minggu (4/7) sudah terisi 46 tempat tidur," kata dr Rifka, Direktur RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie.