SuaraKalbar.id - Manusia pasti mati, tinggal cara yang menentukan manusia meninggal. Bagaimana jika meninggal mendadak? Islam memandang meninggal mendadak dari berbagai sudut, salah satunya bisa jadi meninggal dengan cara baik atau husnul khotimah. Lalu apa syarat meninggal Husnul Khotimah?
Kematian mendadak sering ditemui di sekitar kita. Ada yang meninggal mendadak saat berolahraga, ada yang meninggal saat tidurnya, bahkan ada juga yang meninggal saat beribadah. Ada yang menyebut ini sebagai tanda kematian yang buruk atau suul khatimah, ada juga yang sebaliknya. Bagaimana pendapat ulama mengenai ini?
Mantan Mufti Agung Mesir, Syekh Ali Jumah, mengatakan, kematian mendadak tidak berarti akhir yang buruk. Ada beberapa kasus orang yang dikenal selalu mengingat Allah SWT, beribadah, berdoa, dan seorang yang taqwa tetapi meninggal dalam keadaan tiba-tiba.
Maka, kematian jenis ini bukan akhir yang buruk.
Baca Juga:Hukum Murtad dan Kembali Masuk Islam, Begini Menurut Imam Syafi'i serta Hanafi dan Maliki
Menurutnya, melalui kematian mendadak, Allah SWT memperingatkan orang yang hidup untuk selalu mengingat-Nya. Kematian mendadak disebutnya bukan sarana balas dendam Tuhan dan menjadi pertanda suul khatimah.
Dia menyebut, manusia diingatkan melalui kasus kematian mendadak bahwa kematian bisa datang kapan saja. Ajal akan menghampiri siapapun dalam keadaan dan waktu apapun jika Allah SWT sudah memberikan takdir kematian bagi manusia. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS Ali Imran 145).
Adapun bagi seseorang yang bertakwa dan selalu berzikir dalam hatinya, lalu meninggal tiba-tiba dan tidak sempat dituntun untuk mengucapkan syahadat, maka itu bukan tanda suul khatimah. Karena bisa jadi orang tersebut telah menyebut nama Allah SWT dalam hatinya dan berzikir dalam hati lebih utama dari zikir lisan.
Fenomena meninggal mendadak ternyata pernah dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.
Baca Juga:Dahsyatnya Sakaratul Maut Bagi Orang Zalim dan Bedanya dengan Orang Sholeh
Dilansir dari almanhaj.or.id dan berbagai sumber lainnya, Rasulullah SAW pernah menjelaskan misteri kematian mendadak itu merupakan salah satu tanda-tanda kiamat.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
“Sesungguhnya di antara dekatnya hari kiamat, hilal akan terlihat nyata sehingga dikatakan ‘ini tanggal dua’, masjid-masjid akan dijadikan jalan-jalan, dan munculnya (banyaknya) kematian mendadak." (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami' al-Shaghir no. 5899).
Sementara itu, para ulama pun mendefinisikan fenomena meninggal mendadak tersebut.
Para ulama menyebut kematian mendadak sebagai kematian tak terduga yang terjadi dalam waktu singkat.
Dalam Islam, Muslim yang meninggal dalam keadaan beribadah dikenal sebagai meraih husnul khatimah.
Dalam Islam, seorang Muslim meninggal mendadak dalam keadaan beribadah, maka alangkah nikmatnya kematian tersebut.
Sebagaimana pernah diriwayatkan dari Aisyah radliyallah 'anha, berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengenai kematian yang datang tiba-tiba. Lalu beliau menjawab,
"Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat." (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha'if al Jami' no. 5896)
Meski begitu dalam hadis berikutnya, kematian mendadak pun merupakan kemurkaan Allah bagi orang zalim.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud dan Aisyah radliyallah 'anhuma, keduanya berkata, "Kematian yang datang mendadak merupakan bentuk kasih sayang bagi orang mukmin dan kemurkaan bagi orang zalim." (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al Mushannaf III/370, dan al-Baihaqi dalam al-Sunan al Kubra III/379 secara mauquf).
"Itu merupakan kenikmatan bagi seorang mukmin dan merupakan bencana bagi orang-orang jahat." (HR. Ahmad dalam al-Musnad no. 25042, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman no. 10218. Syaikh al Albani mendhaifkannya dalam Dha'if al Jami' no. 5896).