SuaraKalbar.id - Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional Bidang Farmasi Brigjen Pol (P) Mufti Djusnir mengatakan, penggunaan istilah ganja medis tidaklah relevan.
Karena menurut Mufti, bukan keseluruhan tanaman ganja yang bermanfaat untuk pengobatan, tetapi komponen aktif tertentu saja yang memiliki aktivitas farmakologi atau terapi yakni CBD.
"Dengan demikian menurut saya, penggunaan istilah ganja medis menjadi tidak relevan, yang lebih sesuai bila kita menyebutnya dengan Cannabidiol untuk medis," kata, Selw(5/7/2022).
Mufti menjelaskan, CBD atau Canabidiol merupakan zat aktif dalam tanaman ganja yang yang bermanfaat untuk medis. Selain CBD, tanaman ganja juga mengandung senyawa aktif THC.
Baca Juga:Soal Revisi UU Narkotika Untuk Keperluan Riset Ganja, Ini Kata Brigjen Pol Mufti Djusnir
Berbeda dengan CBD, jelas Mufti, THC dapat menyebabkan adiksi atau kecanduan.
Adapun penggunaan CBD yang diisolasi dari tanaman ganja atau cannabis untuk tujuan medis, yakni mengubah proporsi atau rasio THC dan CBD yang lebih bertujuan pada efek medis dan meminimalkan resiko rekreasional.
"Oleh karena itu, tanaman ganja yang dapat digunakan untuk pengobatan yakni yang telah dilakukan rekayasa genetik, agar mendapatkan kadar CBD lebih tinggi dibandingkan kadar THC nya," jelasnya.
Sedangkan jenis ganja di Indonesia, belum pernah digunakan sama sekali untuk peruntukan medis karena belum ada bukti yang kuat tentang uji klinis ganja di Indonesia.
Begitu pula dengan produk sintetis ganja dan turunannya yang hingga saat ini belum didukung oleh hasil uji pengembangan obat yang baik. Antara
Baca Juga:Mufti Djusnir: Belum Perlu Merevisi UU Narkotika untuk Riset Ganja