"Kami disuruh menyamar jadi perempuan untuk menipu orang-orang Amerika dengan modus investasi bodong (cripto)," tuturnya.
Lanjut ceritanya, setelah empat bulan bekerja di Kamboja, salah satu rekannya dipaksa oleh salah satu bos untuk pergi ke Thailand.
"Dia berangkat ke Thailand sendiri, selanjutnya kami diberangkatkan lagi dengan dibagi dua grup," kata Rio.
Pada proses keberangkatan itu, kata Rio, dirinya sebenarnya sudah berniat untuk kabur, namun salah satu bos sudah mengambil semua foto mereka, sehingga kalau memang nekat kabur, dikhawatirkan akan terjadi apa-apa pada mereka.
Baca Juga:Korban TPPO di Sleman Curhat ke Mensos Risma, Kebanyakan Dililit Utang
"Pasalnya, saya sempat melihat dua orang Taiwan dipukul sampai tidak bisa bangun. Dari kejadian itu, saya mengurungkan niat saya untuk kabur," ujarnya.
Sekitar pukul 02.00 WIB, sampailah mereka di suatu tempat, yang mana handphone dan paspor mereka langsung diambil semua. Kemudian, sekitar pukul 07.00 WIB, mereka dibawa lagi ke suatu tempat/wilayah yang terdapat sungai kecil.
"Di tempat itu saya kaget karena melihat banyak orang memegang senjata laras panjang dengan berpakaian biasa," ungkapnya.
Daerah tersebut diketahuinya adalah Negara Myanmar. Mengetahui hal itu, dia pun sering meminta untuk pulang kepada bosnya.
"Selama tiga bulan saya diberi PHP (pengharapan palsu) terus sama bos saya, malahan saya dipaksa kerja terus. Kalaupun memaksa harus pulang, saya diminta tebusan sekitar Rp130 juta. Mana ada saya uang sebanyak itu," ujarnya.
Baca Juga:Temui Korban TPPO di Sleman, Mensos Risma Pastikan Siap Beri Bantuan
Dari kejadian yang dialaminya itulah, dia pun terpaksa menghubungi rekannya di Singkawang bernama Rikky, dan ada pula beberapa instansi di Myanmar yang ikut membantu kepulangan Rio bersama rekan-rekannya ke Indonesia.
.
"Saya sering berkomunikasi dengan Rikky, bagaimana caranya agar saya dan rekan-rekan saya bisa keluar dari Myanmar. Saya ucapkan terima kasih kepada mereka yang sudah ikut membantu kami," ucap Rio.