SuaraKalbar.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) memantau setidaknya terdapat sebanyak 7.376 titik panas atau hotspot terjadi di Kalimantan Barat sepanjang bulan Agustus 2023.
Titik panas tersebut terpantau datang dari 235 konsesi (legal/berizin) sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Pada periode 1 hingga 17 Agustus 2023, hotspot terpantau konsesi sawit sebanyak 3.275 dan konsesi HTI sebanyak 1.675.
Pada periode setelahnya hingga akhir Agustus 2023, masing-masing konsesi diketahui adanya penambahan yaitu 1.675 pada sawit dan 700 pada HTI.
Baca Juga:Kapolri Bicara Langkah Cegah Karhutla Saat El Nino Di Kalbar: Modifikasi Cuaca Hingga Water Boombing
Dari data yang dirilis WALHI, hotspot tersebar di sejumlah daerah di Kalimantan Barat dan terbesar pada Kabupaten Sanggau dengan jumlah konsesi sawit mencapai 1.373 hotspot dan konsesi HTI mencapai 626 hotspot.
Diperingkat bawah terlihat menyusul Kabupaten Landak, Ketapang, Sekadau, Sintang, Kubu Raya dan lainnya hingga yang terkecil yaitu pada Kabupaten Singkawang dengan total 3 titik hotspot dari konsesi sawit.
Selain itu, terpantau sepanjang bulan Agustus 2023 terdapat 5 besar hotspot pada perusahaan sawit yang meliputi PT PN XIII Parindu, PT Daya Landak Plantation, PT Arvena Sepakat, PT Sumatera Makmur Lestari dan PT Kebun Ganda Prima.
Sedangkan 5 besar hotspot pada perusahaan HTI meliputi PT Finnantara Intiga, PT Prima Bumi Sentosa, PT Mahkota Rimba Sentosa, PT Nitiyasa Idola dan PT Wana Hijau Pesaguan.
Banyaknya jumlah hotspot tersebut, sempat mempengaruhi Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) pada masing-masing periode, misalnya pada 17 Agustus, ISPU di Ibukota provinsi mencapai angka 303 pada PM 2.5 kategori berbahaya bahkan pada 23 Agustus, dengan angka 273 masuk kategori sangat tidak sehat.
Baca Juga:Palembang Dikepung Asap Karhutla dari OKI, Warga Protes Kualitas Udara Tidak Sehat
Tingginya indikasi kebakaran pada konsesi sebanyak 7.376 hotspot tersebut dinilai WALHI memiliki respon berbeda oleh pemerintah maupun aparat penegak hukum dari tahun-tahun sebelumnya karena diketahui pada tahun 2018 dan 2019, KLHK dan Kehutan RI langsung melakukan tindakan penyegelan namun pada saat ini belum ada konsesi yang diproses secara hukum namun berbeda dengan kasus warga yang diduga terlibat karhutla malah diproses secara hukum.
“Secara praktik nihilnya proses hukum terhadap penanggungjawaban usaha yang diduga terjadi kebakaran pada konsesinya bagi kami sangat tidak biasa. Ada kesan terjadi pembedaan perlakuan. Sementara warga yang diduga terlibat karhutla justru lebih sigap diproses hukum,” ujar Hendrikus Adam, Kadiv Kajian dan Kampanye WALHI Kalbar kepada media (02/09).
Adam sendiri tampak menyayangkan hal tersebut dan memandang kemunduran proses hukum terkait karhutla.
“Hal ini kami nilai justru menjadi preseden buruk bagi upaya penegakan hukum terkait karhutla di Kalimantan Barat saat ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, menurut Adam pihak penegak hukum bukannya malah melakukan tindakan tegas terhadap konsesi yang diduga mengalami kebakaran, namun malah menerbitkan Maklumat yang menegaskan larangan dan sanksi hukum oembakaran hutan dan lahan tanpa pengecualian selama ini. Dalam hal ini, larangan juga ditujukan kepada para peladang dalam mengusahakan hak atas pangan yang dilindungi UU dan Perda.
Foto: Sebaran hotspot di Konsesi Sawit dan HTI Perioden 1-31 Agustus 2023 di Kalbar (WALHI Kalbar)
Kontributor : Maria