SuaraKalbar.id - Perkawinan di Indonesia idatur dalam Undang-Undang nomor 16 Tahun 2019 atas perubahan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974.
Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan tersebut menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan ketika pria dan wanita sudah mencapai 19 tahun.
Meskipun demikian, diketahui mmasih banyak masyarakat Indonesia yang tampaknya tak menghiraukan hal tersebut. Bahkan, Kalimantan Barat (Kalbar) tercatat sebagai provinsi yang masuk sebagai peringkat ke-tiga dengan tingkat perkawinan Dini tertinggi di Indonesia.
"Yang belum diketahui oleh umum bahwa Kalbar ini merupakan perkawinan anak atau dini peringkat ke-tiga tertinggi di Indonesia," ujar Herkulana Mekarryani, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalbar saat dijumpai di ruangannya yang berlokasi di Pontianak pada Senin (20/05/2024).
Baca Juga:Kejati Kalbar Periksa Pj Bupati Kubu Raya terkait Dana Hibah Yayasan Mujahidin Pontianak
Kalbar menduduki peringkat ke-tiga perkawinan dini dengan persentase 11,29 persen, setelah NTB menduduki peringkat satu dengan 17,32 persen dan Sumatera Selatan menduduki peringkat kedua dengan 11,41 persen.
Kalbar sendiri diketahui memiliki sejumlah daerah yang memiliki perkawinan dini.
"Dari hasil tahun 2023, itu termasuk kabupaten Ketapang, Sambas, Melawi, Kubu Raya dan Landak. Agak meningkat itu di Kabupaten Sambas, Sekadau dan Sanggau. Dan banyak yang belum dilaporkan," tambahnya.
Pada Provinsi Kalbar, daerah Ketapang diketahui menduduki peringkat tertinggi pernikahan dini dan disusul oleh daerah lainnya.
"Paling tinggi itu Ketapang jumlah anak perempuan yang menikah itu 475 orang, anak laki-laki 63 orang, tahun 2022. Tahun 2023 kita sedang minta datanya. Kemudian tertinggi kedua itu Kabupaten Landak. Ketiga Kabupaten Bengkayang, kemudian Sambas, Sanggau, Sintang," jelasnya.
Baca Juga:455 Jemaah Calon Haji Kalbar Kloter Pertama Berangkat pada 27 Mei
Herkulana menjelaskan terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan para anak-anak tersebut melakukan perkawinan dini.
"Pertama kalau kita lihat di bebeapa Kabupaten itu terkait dengan budaya. Kalau anaknya berusia 14 tahun mereka anaknya boleh menikah. Ada pula yang memiliki pemahaman yang salah soal agama bahwa di dalam agama yang mereka anut anak-anak boleh menikah, yang ketiga itu married by accident," ujarrnya.
Pergaulan bebas anak disebutkan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya perkawinan dini, yang melingkupi mudahnya akses digital terhadap konten-konter pornografi. Meskipun demikian Herkulana menjelaskan bahwa hampir 80 persen perkawinan anak disebabkan oleh faktor kebudayaan.
Menanggapi maraknya perkawinan dini, ia menyebutkan Kalbar tengah gencar melakukan sosialisasi kepada keluarga dan sekolah terkait hal ini.
"Kami di tahun 2024 ini melakukan edukasi pemahaman terhadap keluarga dan juga kita mensosialisasikan ke sekolah-sekolah terkait perkawinan anak dan Kalbar sudah mempunyai rencana aksi daerah dalam penanganan perkawinan anak," jelasnya.
Kontributor : Maria