SuaraKalbar.id - Ratusan umat Buddha memadati Vihara Vajra Bumi Kertayuga, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, dalam rangka memperingati Hari Tri Suci Waisak 2569 BE/2025.
Sejak pagi, umat dari berbagai penjuru berdatangan untuk mengikuti rangkaian ibadah penuh khidmat.
Salah satu prosesi utama yang menjadi perhatian adalah pemandian rupang, atau penyucian patung bayi Siddhartha Gautama.
Pemandian rupang merupakan ritual penting dalam tradisi perayaan Waisak.
Baca Juga:Tragis! Guru di Kubu Raya Tewas Dibunuh Remaja Disabilitas, Ternyata Ini Motifnya
Dalam ritual ini, umat secara bergantian menyiram air bunga ke atas rupang kecil Sang Buddha yang telah diletakkan dalam wadah khusus.
Air disiram menggunakan gayung kecil dari kendi, yang telah disiapkan oleh panitia vihara.
Prosesi ini melambangkan penyucian diri dari segala kekotoran lahir dan batin, dan menjadi simbol awal kelahiran kebijaksanaan serta kesadaran spiritual dalam diri setiap individu.
Biksu Lian Sui, yang memimpin jalannya ibadah, menjelaskan bahwa pemandian rupang memiliki makna mendalam dalam ajaran Buddha.
Ia menekankan pentingnya ritual ini sebagai refleksi untuk membersihkan diri dari nafsu duniawi.
Baca Juga:20 Hari Pencarian, Kerangka Korban Speedboat Padang Tikar Akhirnya Ditemukan!
“Hari Waisak ini memperingati kelahiran Sang Buddha. Pemandian rupang adalah simbol kita menyucikan diri, seperti membersihkan tubuh dan jiwa agar kembali putih dan bersih. Ini sudah menjadi tradisi dari dulu dan tetap dilestarikan hingga sekarang,” ungkapnya di hadapan umat.
Tahun ini, perayaan Waisak mengusung tema “Kebijaksanaan dan Pengendalian Diri”, yang dinilai relevan dengan berbagai tantangan kehidupan modern.
Biksu Lian Sui mengajak umat Buddha untuk menjadikan momen Waisak sebagai waktu untuk merenungi kembali sila atau aturan moral yang diajarkan Sang Buddha, serta memperbaiki perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, Rakima, Penyelenggara Buddha Kementerian Agama Kota Pontianak, menyampaikan apresiasinya atas penyelenggaraan Waisak yang berlangsung khidmat dan tertib.

Ia menegaskan bahwa pemerintah terus memberikan dukungan terhadap pelaksanaan ibadah keagamaan demi menjaga kerukunan antarumat beragama.
“Selain sebagai bentuk ibadah, Waisak juga menjadi momen introspeksi diri bagi umat. Perayaan ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai kedamaian dan kasih sayang dapat diwujudkan dalam kehidupan sosial,” ujarnya.
Rakima juga menyampaikan pesan Menteri Agama Republik Indonesia yang menekankan pentingnya ekoteologi, yaitu pengintegrasian nilai-nilai spiritual dan kepedulian terhadap lingkungan hidup.
Ia mendorong umat untuk aktif melakukan kegiatan seperti penanaman pohon dan penyiraman eco-enzyme ke perairan yang tercemar.
“Kami mendorong kepada semua umat beragama, termasuk umat Buddha, untuk menjalankan ekoteologi. Tujuannya agar lingkungan hidup kita bisa berangsur pulih dan membaik demi masa depan bersama,” tuturnya.
Apa Itu Pemandian Rupang?
Pemandian rupang adalah ritual tradisional dalam perayaan Waisak yang memiliki nilai simbolik tinggi.
Rupang sendiri merujuk pada patung Sang Buddha, dan dalam konteks Waisak biasanya berupa patung kecil bayi Siddhartha Gautama.
Tindakan menyiramkan air bunga melambangkan tekad umat untuk membersihkan batin dari hal-hal negatif seperti kemarahan, iri hati, dan keserakahan.
Tradisi ini mengakar sejak zaman dahulu dan terus dijaga keberlangsungannya hingga kini.
Prosesi ini juga mengingatkan umat pada momen suci kelahiran Sang Buddha yang, menurut kitab suci, langsung berjalan tujuh langkah dan menyampaikan pesan pencerahan bagi dunia.
Dengan suasana yang tenang, aroma dupa yang harum, serta lantunan parita (doa-doa) yang menggema, perayaan Waisak di Vihara Vajra Bumi Kertayuga berlangsung penuh keheningan dan kedamaian.
Ini menjadi pengingat bagi semua umat, bahwa dalam dunia yang penuh kesibukan dan hiruk-pikuk, sesekali kita perlu kembali ke dalam diri, membersihkan hati, dan menumbuhkan kebijaksanaan.